TIDAK ADA TEMPAT BAGI ORANG PERAGU TAKUT GAGAL DAN NUNDA KEPUTUSAN

TIDAK ADA TEMPAT BAGI ORANG PERAGU TAKUT GAGAL SALAH MENUNDA KEPUTUSAN


Ragu-ragu adalah sikap seseorang yang terlalu banyak pertimbangan, gamang, takut salah, takut gagal, lama mengambil keputusan. Ditandai dengan wilayah logikanya yang abu-abu alias tidak jelas maunya bagaimana.

Keragu-raguan akan membawa seseorang menjadi skeptis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), skeptis adalah kurang percaya atau ragu-ragu terhadap keberhasilan dan sebagainya.

Skeptis merupakan istilah filsafat, berasal dari kata skeptisisme, yaitu aliran atau paham yang memandang segala sesuatu tidak pasti atau meragukan dan mencurigakan.

Dalam pandangan Dr. Oliver Robinson, peneliti dan pengajar Psikologi dari University of Greenwich, London, sikap ragu-ragu ini banyak menjangkiti mereka yang berusia 20-30 tahun. Sering diistilahkan sebagai Quarter Life Crisis (QLC).

Keragu-raguan di usia ini umumnya terkait kemampuan diri, pencapaian, masa depan, hingga soal asmara. Harusnya QLC ini tidak berlanjut seiring dengan bertambahnya usia.

Pada seorang pemimpin, sikap ragu-ragu ini akan ditangkap sebagai ketidakmampuan. Jadi jangan heran kalau ada pemimpin yang selalu terlihat ragu, ia akan dinilai tak mampu.

Pemimpin dituntut untuk cakap dalam bertindak. Memiliki keberanian, serta mampu memahami situasi dan bisa mengampil keputusan dengan tepat dan cepat.

Keberanian mengambil keputusan dan bertindak banyak dicontohkan para Mujahid di medan jihad. Salah satunya adalah Panglima Musa bin Abi Ghassan, yang sering digambarkan sebagai Mujahid terakhir di Andalusia.

Seruannya yang sangat terkenal, "Mati syahid di bawah reruntuhan tembok Granada lebih mulia daripada hidup di bawah penindasan kaum kafir," disambut pasukannya yang jumlahnya tak seberapa dengan pekikan takbir.

Pilihan sikapnya sungguh luar biasa, tanpa keraguan sedikitpun ia terus berjihad secara sporadis melawan pasukan Ferdinand dan Isabel. Sekaligus menjaga nyala api jihad di hati pasukannya yang tinggal tersisa segelintir yang masih bersetia dengan perjuangannya.

Sesekali pasukannya menang, tapi lebih sering kalah. Namun itu semua tak membuatnya ragu dan surut langkah. Sekalipun sultan dan para pejabat di istana telah meninggalkannya.

Hingga dalam pertempuran terakhir, Musa bin Abi Ghassan dan pasukannya terdesak ke tepi jurang yang di bawahnya lautan. Tak ada pilihan, dari pada tertawan dan dimurtadkan, lebih mulia mati syahid.

Sesekali dihinggapi keraguan itu wajar, tapi kalau terus menerus, jangan-jangan itu bisikan setan. “Setan tinggal di dalam hati anak Adam, jika manusia berdzikir kepada Allah, setan bersembunyi, namun jika lalai, ia menebarkan waswas.”

Hari-hari ini banyak orangtua yang merasa was-was akibat munculnya pemberitaan tentang kekerasan yang terjadi di salah satu pesantren terbesar di Indonesia.

Jangan sampai derasnya kabar itu membuat orangtua jadi ragu untuk mengirimkan anaknya ke pesantren. Karena bagaimanapun pesantren masih menjadi salah satu institusi pendidikan terbaik untuk untuk menanamkan ilmu agama pada anak.

Jangan jadi peragu, karena di dunia tak ada tempat bagi para peragu!

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama