KEBIJAKAN PEMIMPIN YANG SALAH PADA AKHIRNYA MENYENGSARAKAN RAKYATNYA

KEBIJAKAN PEMIMPIN YANG SALAH PADA AKHIRNYA MENYENGSARAKAN RAKYATNYA


Akhirnya pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM pada Sabtu (3/9) pukul 14.30. Seperti yang sudah banyak beredar sebelumnya, harga Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter.

Harga Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter dan harga Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter.

Tak lama setelah diumumkan, netizen ramai membicarakan tentang harga BBM di SPBU Vivo jenis Revvo 89 yang dijual lebih murah ketimbang Pertalite yakni seharga Rp8.900 per liter.

Komentar pedas pun bermunculan di sosial media, bagaimana BBM yang dijual swasta harganya bisa lebih murah dari BBM bersubsidi?

Tak hanya dibandingkan di dalam negeri, netizen juga membandingkannya dengan BBM RON 95 di Malaysia yang dibanderol 2,05 ringgit per liter atau setara Rp6.814 (kurs Rp3.324 per ringgit).

Harga itu jauh lebih murah dari harga Pertamax Pertamina yang notabene memiliki RON lebih rendah, yakni RON 92 yang dibanderol Rp14.500 per liter.

Harga tak melulu ditentukan oleh pasar. Ada harga-harga komoditas tertentu yang diatur oleh pemerintah melalui kebijakannya.

Harga itu bisa jauh lebih murah dari harga pasar karena mendapat subsidi yang besar, atau bisa juga dipatok di harga tertentu sehingga stabil, tidak naik turun.

Membuat kebijakan untuk rakyat bukan hal mudah. Tak hanya butuh kecerdasan, namun juga rasa keadilan.

Salah satu kisah tragis tentang kebijakan yang salah pernah dilakukan Khalifah Al Musta’shim, penguasa terakhir Bani Abasiyyah di Baghdad (1243-1258).

Menjelang runtuhnya Baghdad, kemunduran terjadi di semua sisi akibat kebijakan yang carut-marut. Ekonomi mundur menyebabkan harga-harga melambung. Di saat yang sama, para pejabat di istana justru mempertontonkan gaya hidup bermegah-megah.

Rakyat gerah sehingga muncul pemberontakan di mana-mana. Situasi keamanan dan politik tidak stabil. Pada kondisi seperti itu, Khalifah justru mengangkat para pejabat yang akhirnya menjadi para pengkhianat yang menjual negara.

Salah satu pengkhianat yang dicatat sejarah adalah wazir bernama Ibnu al-Alqami. Ia yang secara diam-diam berhubungan dengan pasukan Mongol dan memuluskan langkah pasukan penghancur itu hingga ke ibukota Baghdad.

Puncaknya pada 12 Muharram 656 H, 200.000 pasukan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan mengepung istana. Pada situasi seperti itu Khalifah bukannya segera bertindak, namun malah menggelar pesta!

Di antara hujan panah pasukan Mongol, sebuah anak panah datang dari arah jendela menembus tubuh selirnya yang bernama Arafah yang sedang menari di hadapan Khalifah.

Anak panah itu disertai selembar surat, “Jika Tuhan hendak melaksanakan ketentuan-Nya, maka Dia akan melenyapkan akal waras orang yang berakal.”

Dalam situasi kritis, Khalifah Al Musta’shim hanya memerintahkan untuk mengamankan istana tanpa mempedulikan bagaimana nasib rakyatnya.

Akhirnya sejarah mencatatnya sebagai pecundang. Bahgdad yang dibangun nenek moyangnya sebagai simbol kegemilangan Islam, luluh lantak dibakar 40 hari 40 malam tanpa bisa dipadamkan apinya.

Dua juta rakyatnya dibantai tanpa ampun oleh pasukan Mongol. Termasuk Khalifah yang lemah dan keluarganya.

Berawal dari Khalifah yang lemah, kebijakan yang salah, akhirnya Baghdad tinggal menjadi sejarah. Harusnya kita bisa mengambil pelajaran.

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama