SAHKAN RUU PERAMPASAN ASET
Pernah dong lihat Najwa Shihab pada acara Mata Najwa gerebek LP?
Tiba-tiba caranya saat melakukan kunjungan di beberapa LP di mana para koruptor dikurung dan kemudian disiarkan, telah membuat banyak pejabat LP merasa kebakaran jenggot.
Tak jarang, aksinya pun berakibat tragis bagi sang Kalapas. Biasanya dia terpental dari posisi empuk itu. Meski tetap tak lantas terjadi perbaikan, gonta ganti Kalapas adalah cara paling jitu cuci muka bagi lembaga hukum tersebut.
Namun, kisah seperti itu bukan melulu milik LP. Kadang, oknum petugas sebagai pemilik kuasa rumah tahanan entah di sebuah polda misalnya atau di mana pun berlaku hal yang kurang lebih mirip.
Anda bisa lihat perbedaan tempat dimana Pece si penista agama dikurung dan pak Jendral yang bisa leluasa berkunjung ke sel Pece dan membawakan oleh-oleh.
"Tapi beneran itu terjadi seperti pada kisah Mata Najwa?"
Si A yang dulunya seorang Walkot dan hobby pelihara burung, di dalam, dia bisa mendapatkan kembali hobby itu. Serta merta lapangan besar di lingkungan berubah menjadi halaman bagi hobinya.
Ada juga si raja kelimis, rapi dari ujung kumis hingga ujung kaki. Ke mana-mana, dia tampak selalu ditemani asisten karena dia juga masih diberi kesempatan mengajar. Dia terlibat pada kasus minyak dimana lembaganya juga dibubarkan oleh Jokowi.
Yang pagi harinya tampak selalu dikunjungi anak dan istri tapi siang setelah waktu makan dan istirahat dikunjungi oleh wil-nya yang lain, ga cuma satu tapi dua, ada juga di sana. Itu selalu terjadi pada hari Jumat. Dia terkenal dengan kasus pajak.
Si tukang kempit tas kecil yang juga sosok presiden Parte tersandung sapi, sosok bendahara umum parte kebo yang sudah beralih profesi jadi tukang kredit dalam LP hingga sosok yang dianggap senior sekaligus juga ditakuti karena isu kepiawaiannya memasukkan arsenik dalam makanan di pesawat.
Pada suatu saat dulu, mereka semua itu pernah ada dalam satu tempat yang sama dan mereka tak tampak berduka.
Faktanya mereka memang tak seperti yang kita bayangkan : terpenjara dan hidup susah.
Dan itu mustahil tanpa duit mereka yang masih tetap banyak dengan akses yang demikian mudah pada duit yang mereka kuasai. Para koruptor itu tetap bergaya hidup mewah meski dikurung.
Pernah dong lihat Najwa Shihab pada acara Mata Najwa gerebek LP?
Tiba-tiba caranya saat melakukan kunjungan di beberapa LP di mana para koruptor dikurung dan kemudian disiarkan, telah membuat banyak pejabat LP merasa kebakaran jenggot.
Tak jarang, aksinya pun berakibat tragis bagi sang Kalapas. Biasanya dia terpental dari posisi empuk itu. Meski tetap tak lantas terjadi perbaikan, gonta ganti Kalapas adalah cara paling jitu cuci muka bagi lembaga hukum tersebut.
Namun, kisah seperti itu bukan melulu milik LP. Kadang, oknum petugas sebagai pemilik kuasa rumah tahanan entah di sebuah polda misalnya atau di mana pun berlaku hal yang kurang lebih mirip.
Anda bisa lihat perbedaan tempat dimana Pece si penista agama dikurung dan pak Jendral yang bisa leluasa berkunjung ke sel Pece dan membawakan oleh-oleh.
"Tapi beneran itu terjadi seperti pada kisah Mata Najwa?"
Si A yang dulunya seorang Walkot dan hobby pelihara burung, di dalam, dia bisa mendapatkan kembali hobby itu. Serta merta lapangan besar di lingkungan berubah menjadi halaman bagi hobinya.
Ada juga si raja kelimis, rapi dari ujung kumis hingga ujung kaki. Ke mana-mana, dia tampak selalu ditemani asisten karena dia juga masih diberi kesempatan mengajar. Dia terlibat pada kasus minyak dimana lembaganya juga dibubarkan oleh Jokowi.
Yang pagi harinya tampak selalu dikunjungi anak dan istri tapi siang setelah waktu makan dan istirahat dikunjungi oleh wil-nya yang lain, ga cuma satu tapi dua, ada juga di sana. Itu selalu terjadi pada hari Jumat. Dia terkenal dengan kasus pajak.
Si tukang kempit tas kecil yang juga sosok presiden Parte tersandung sapi, sosok bendahara umum parte kebo yang sudah beralih profesi jadi tukang kredit dalam LP hingga sosok yang dianggap senior sekaligus juga ditakuti karena isu kepiawaiannya memasukkan arsenik dalam makanan di pesawat.
Pada suatu saat dulu, mereka semua itu pernah ada dalam satu tempat yang sama dan mereka tak tampak berduka.
Faktanya mereka memang tak seperti yang kita bayangkan : terpenjara dan hidup susah.
Dan itu mustahil tanpa duit mereka yang masih tetap banyak dengan akses yang demikian mudah pada duit yang mereka kuasai. Para koruptor itu tetap bergaya hidup mewah meski dikurung.
Bagi para koruptor, LP justru kadang akan dianggap tempat singgah sementara sekaligus sempurna. Itu surga bagi akal busuk bertumbuh. Dia bukan lagi sosok perlu diawasi karena negara berpikir telah mengurungnya.
"Ga adil dong?"
Ya, kalau negara mau adil, mau berpihak pada hukum dan kebenaran, rampas aset para koruptor terutama yang terkait dengan tindak pidananya. Itu bukan cuma adil bagi si pelaku, tapi juga pada anak, pasangan dan negara.
Itu bila paradigma hukum modern adalah arah yang ingin negara tuju. Lalu, apa dan bagaimana paradigma modern hukum seharusnya, di sana ada REHABILITASI dan PEMULIHAN.
"Emang ada paradigma lama?"
Pernah dengar agar kapok dan gak akan mengulangi lagi? Paradigma pada pidana konvensional bicara hal itu, EFEK JERA.
Dia bicara bagaimana sosok terpidana itu kelak akan insaf dan sadar serta tak akan lagi mengulangi segala kesalahan yang pernah dia buat. Dan dengan dikurung dalam tempo waktu tertentu konon katanya bisa membuat sosok itu sadar.
"Bukankah saat dipenjara dia juga dibuat tobat maka rehabilitasi dan pemulihan otomatis juga sudah berjalan?"
Itu pada pelaku. Bagaimana rehabilitasi pada korban dalam hal ini negara yang duitnya dibawa kabur?
Tanpa perampasan aset, keuntungan dari tindak kejahatan korupsi itu masih terus dan terus dinikmati oleh pelaku dan keluarganya. Badan fisiknya memang dipenjara tapi pengaruh duitnya tidak.
Di sana dampak kejahatan yang telah dan pernah dilakukan oleh terdakwa tidak akan berhenti meskipun hukum pidana telah dijatuhkan. Artinya, akibat dari kejahatan itu tak pernah PULIH. Keuntungan untuk dirinya tetap mengalir sementara rugian negara tidak pernah kembali.
Sebuah tindak kejahatan yang masih memberikan untung kepada pelakunya meski dia telah dikurung jelas adalah pelanggaran dari prinsip keadilan yang sangat fundamental. Itu KEKONYOLAN tingkat dewa.
RUU Perampasan Aset semestinya memang harus segera dan tanpa syarat menjadi prioritas DPR. Sebab dalam RUU itu terkandung makna paradigma hukum pidana modern, rehabilitasi dan pemulihan.
"Tapi, bukankah kalau cuma mau balikin duit negara, kita juga sudah punya UU No 8 tahun 2010 tentang TPPU?"
Itu seperti Gimin yang sukses mencopet dompet Paijo yang berisi duit 1 juta dan lalu dompetnya dibuang. Meski Paijo bisa membuktikan nomor seri uang itu berikut bukti pengambilan dari BI misalnya, tanpa Gimin terbukti mencopet dan terkait dengan dompet yang telah dibuangnya, duit di tangan Gimin tak bisa diganggu gugat.
Pun Dalam perkara TPPU, persidangan perkara TPPU harus menentukan jenis tindak pidana asalnya dulu. Artinya, dasar tindakan baru akan dilakukan setelah putusan pengadilan itu dijatuhkan.
Ini sudah terlambat. Duit itu sudah terbang entah kemana. Apalagi ketika kemudian masuk LP kondisinya seperti cerita di atas tadi, itu semakin memberi waktu sempurna duit negara semakin tak terkejar.
Belajar dari kejadian selama ini di saat sanksi pidana dan perampasan aset sulit dilakukan karena begitu banyaknya surga persembunyian para koruptor, RUU ini memang butuh segera diselesaikan.
Dalam RUU ini termuat aturan bahwa selama aset diduga berasal dari tindak pidana, sepanjang tidak ada pihak yang membuktikan sebaliknya, maka pengadilan tanpa menunggu proses pidananya terlebih dahulu dapat memutus bahwa aset tersebut dianggap ‘tercemar’ dan maka dapat dirampas oleh negara.
Bukan hal penting meski aset itu bukan atas nama pelaku kejahatan dan negara pun juga tak perlu peduli pada sejauh mana duit itu sudah ‘mengalir’ misalnya, aset tersebut tetap dapat dirampas kembali oleh negara.
"Ga adil dong?"
Ya, kalau negara mau adil, mau berpihak pada hukum dan kebenaran, rampas aset para koruptor terutama yang terkait dengan tindak pidananya. Itu bukan cuma adil bagi si pelaku, tapi juga pada anak, pasangan dan negara.
Itu bila paradigma hukum modern adalah arah yang ingin negara tuju. Lalu, apa dan bagaimana paradigma modern hukum seharusnya, di sana ada REHABILITASI dan PEMULIHAN.
"Emang ada paradigma lama?"
Pernah dengar agar kapok dan gak akan mengulangi lagi? Paradigma pada pidana konvensional bicara hal itu, EFEK JERA.
Dia bicara bagaimana sosok terpidana itu kelak akan insaf dan sadar serta tak akan lagi mengulangi segala kesalahan yang pernah dia buat. Dan dengan dikurung dalam tempo waktu tertentu konon katanya bisa membuat sosok itu sadar.
"Bukankah saat dipenjara dia juga dibuat tobat maka rehabilitasi dan pemulihan otomatis juga sudah berjalan?"
Itu pada pelaku. Bagaimana rehabilitasi pada korban dalam hal ini negara yang duitnya dibawa kabur?
Tanpa perampasan aset, keuntungan dari tindak kejahatan korupsi itu masih terus dan terus dinikmati oleh pelaku dan keluarganya. Badan fisiknya memang dipenjara tapi pengaruh duitnya tidak.
Di sana dampak kejahatan yang telah dan pernah dilakukan oleh terdakwa tidak akan berhenti meskipun hukum pidana telah dijatuhkan. Artinya, akibat dari kejahatan itu tak pernah PULIH. Keuntungan untuk dirinya tetap mengalir sementara rugian negara tidak pernah kembali.
Sebuah tindak kejahatan yang masih memberikan untung kepada pelakunya meski dia telah dikurung jelas adalah pelanggaran dari prinsip keadilan yang sangat fundamental. Itu KEKONYOLAN tingkat dewa.
RUU Perampasan Aset semestinya memang harus segera dan tanpa syarat menjadi prioritas DPR. Sebab dalam RUU itu terkandung makna paradigma hukum pidana modern, rehabilitasi dan pemulihan.
"Tapi, bukankah kalau cuma mau balikin duit negara, kita juga sudah punya UU No 8 tahun 2010 tentang TPPU?"
Itu seperti Gimin yang sukses mencopet dompet Paijo yang berisi duit 1 juta dan lalu dompetnya dibuang. Meski Paijo bisa membuktikan nomor seri uang itu berikut bukti pengambilan dari BI misalnya, tanpa Gimin terbukti mencopet dan terkait dengan dompet yang telah dibuangnya, duit di tangan Gimin tak bisa diganggu gugat.
Pun Dalam perkara TPPU, persidangan perkara TPPU harus menentukan jenis tindak pidana asalnya dulu. Artinya, dasar tindakan baru akan dilakukan setelah putusan pengadilan itu dijatuhkan.
Ini sudah terlambat. Duit itu sudah terbang entah kemana. Apalagi ketika kemudian masuk LP kondisinya seperti cerita di atas tadi, itu semakin memberi waktu sempurna duit negara semakin tak terkejar.
Belajar dari kejadian selama ini di saat sanksi pidana dan perampasan aset sulit dilakukan karena begitu banyaknya surga persembunyian para koruptor, RUU ini memang butuh segera diselesaikan.
Dalam RUU ini termuat aturan bahwa selama aset diduga berasal dari tindak pidana, sepanjang tidak ada pihak yang membuktikan sebaliknya, maka pengadilan tanpa menunggu proses pidananya terlebih dahulu dapat memutus bahwa aset tersebut dianggap ‘tercemar’ dan maka dapat dirampas oleh negara.
Bukan hal penting meski aset itu bukan atas nama pelaku kejahatan dan negara pun juga tak perlu peduli pada sejauh mana duit itu sudah ‘mengalir’ misalnya, aset tersebut tetap dapat dirampas kembali oleh negara.
Dengan menggunakan RUU ini, pemulihan atas kerugian negara juga akan lebih cepat diselesaikan.
"Kenapa DPR seperti sengaja memperlambat sih?"
Kita berpikir baik saja, kalau RUU itu sudah disahkan menjadi UU sejak tahun yang lalu, tentu sejak tahun itu pula aturan keras dan kaku itu serta merta akan sudah berlaku. Dan aturan itu tak pandang bulu. Dia bahkan akan tetap tajam pada mereka-mereka yang membuatnya. Jadi, kenapa tak kita maklumi saja?
Kini, setelah tahun lalu RUU itu tidak juga masuk dalam Prolegnas Prioritas 2022, RUU Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana itu kembali diusulkan oleh pemerintah.
Pemerintah berharap RUU ini akan segera dibahas, diselesaikan dan diundangkan pada 2023 nanti. RUU ini masuk menjadi salah satu dari empat RUU yang diusulkan pemerintah.
Anda sepakat?
Bila ya, mari kita desak para yang mulia wakil rakyat itu untuk tak takut dengan RUU ini. Kita dorong dan terus kita desak tanpa kenal kata bosan agar para wakil rakyat itu pulang pada jati dirinya berada dalam satu barisan bersama rakyat.
Pada mereka yang terus beralasan untuk menolak, kita catat namanya, kita beberkan partainya. Tarik mandat kita, kobarkan perlawanan pada partai pendukung korupsi itu hingga titik tak mungkin lagi dapat ikut pemilu.
Sudah saatnya rakyat kembali mengawasi apa yang selama ini sudah terlanjur kita lepas. Bila itu tanda, kehadiran teknologi adalah buktinya. Dia telah membuat kita tak lagi berjarak.
Kita, saya dan anda dan seluruh rakyat Indonesia punya media itu untuk bersatu. Siapapun mengkhianati rakyat, di sana, pastikan ANDA hadir demi satu tujuan, LAWAN.
"Kenapa DPR seperti sengaja memperlambat sih?"
Kita berpikir baik saja, kalau RUU itu sudah disahkan menjadi UU sejak tahun yang lalu, tentu sejak tahun itu pula aturan keras dan kaku itu serta merta akan sudah berlaku. Dan aturan itu tak pandang bulu. Dia bahkan akan tetap tajam pada mereka-mereka yang membuatnya. Jadi, kenapa tak kita maklumi saja?
Kini, setelah tahun lalu RUU itu tidak juga masuk dalam Prolegnas Prioritas 2022, RUU Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana itu kembali diusulkan oleh pemerintah.
Pemerintah berharap RUU ini akan segera dibahas, diselesaikan dan diundangkan pada 2023 nanti. RUU ini masuk menjadi salah satu dari empat RUU yang diusulkan pemerintah.
Anda sepakat?
Bila ya, mari kita desak para yang mulia wakil rakyat itu untuk tak takut dengan RUU ini. Kita dorong dan terus kita desak tanpa kenal kata bosan agar para wakil rakyat itu pulang pada jati dirinya berada dalam satu barisan bersama rakyat.
Pada mereka yang terus beralasan untuk menolak, kita catat namanya, kita beberkan partainya. Tarik mandat kita, kobarkan perlawanan pada partai pendukung korupsi itu hingga titik tak mungkin lagi dapat ikut pemilu.
Sudah saatnya rakyat kembali mengawasi apa yang selama ini sudah terlanjur kita lepas. Bila itu tanda, kehadiran teknologi adalah buktinya. Dia telah membuat kita tak lagi berjarak.
Kita, saya dan anda dan seluruh rakyat Indonesia punya media itu untuk bersatu. Siapapun mengkhianati rakyat, di sana, pastikan ANDA hadir demi satu tujuan, LAWAN.