Awal tahun 2018 menjadi momen yang penuh tantangan dan keberanian bagi Brigadir Popy Puspasari dan Bripda Fitria, dua polisi wanita yang bertugas di Polres Garut. Mereka menerima perintah untuk menjalankan misi penyamaran yang tidak biasa, yakni menyamar sebagai pekerja seks komersial demi mengungkap kasus perdagangan manusia yang mencemaskan di wilayah mereka. Meski biasanya bertugas dengan bangga mengenakan seragam cokelat mereka, kali ini identitas mereka harus disembunyikan rapat-rapat.
Sebuah laporan dari orang tua salah satu korban menjadi titik awal dari penyelidikan ini. Kecurigaan tentang perekrutan mencurigakan yang menjanjikan pekerjaan di Bandung, namun berujung pada eksploitasi di lokasi lain, mengharuskan tindakan cepat dan cerdas. Dengan menyamar, Brigadir Popy dan Bripda Fitria terbang bersama seorang mucikari ke Bali, di mana mereka ditempatkan di sebuah vila di Sanurkauh, Denpasar. Vila tersebut ternyata menjadi tempat penampungan sekaligus lokasi operasional sebelum korban dijual kepada pelanggan.
Di dalam vila, keduanya menjalani proses yang sama dengan para korban. Namun, keberanian mereka bersinar ketika mereka berhasil menghubungi AKP Aulia Djabar untuk melaksanakan penggerebekan. Dengan tindakan cepat, tim berhasil mengamankan delapan tersangka dan menyelamatkan para korban yang telah terjebak dalam praktik keji ini selama empat tahun.
Pengungkapan kasus ini tidak hanya berhasil memutus rantai perdagangan manusia tetapi juga memberikan harapan baru bagi para korban melalui pendampingan dari P2TP2A. Meskipun sempat dirundung kekhawatiran selama penyamaran, Brigadir Popy dan Bripda Fitria menunjukkan bahwa keberanian dan dedikasi dalam menjalankan tugas bisa membawa perubahan besar. Dengan rasa was-was yang ditinggalkan di belakang, mereka melangkah maju, siap menghadapi tantangan baru demi keadilan dan kemanusiaan.
Komentar