PERPISAHAN UNTUK SALING MERINDUKAN
Hari ini sebagian besar para pemudik telah meninggalkan kampung halaman. Kembali ke tempat tinggal masing-masing dan melanjutkan aktivitas harian.
Tercatat170 ribu lebih kendaraan melintas GT Palimanan hingga GT Cikatama dan Jakarta pada Sabtu (7/5).
Sementara jumlah kendaraan pada Ahad (8/5) mencapai sekitar 120 ribu kendaraan. Untuk hari ini, diprediksi hanya tersisa 60 ribu hingga 70 ribu kendaraan yang melintasi GT Palimanan ke arah Jakarta.
Helatan akbar itu telah usai. Sebulan penuh Ramadhan, yang ditutup dengan perayaan Idul Fitri, lalu dilanjutkan puasa syawal selama 6 hari.
Tradisi kumpul bersama sanak keluarga di kampung halaman adalah sebuah sejarah panjang. Tercatat pada masa Khalifah Umar ibn Khattab, wilayah Islam telah meluas hingga menyebar ke seluruh jazirah Arab dan Afrika.
Pada waktu itu para prajurit dikirim ke negeri-negeri yang jauh untuk berperang dan menjaga perbatasan.
Hingga suatu kali Khalifah mendengar ungkapan kerinduan seorang istri pada suaminya yang tengah bertugas.
Ia lalu bertanya pada putrinya, Hafshah binti Umar. “Berapa lama seorang istri mampu menahan (sabar) ditinggal pergi suaminya?"
Dari situ dibuat keputusan untuk merolling para prajurit setiap enam bulan dengan rincian, satu bulan perjalanan ke medan jihad, empat bulan di lapangan, dan satu bulan sisanya untuk perjalanan pulang. Seperti yang tertulis dalam kitab Fatwa dan Ijtihad Umar bin Khaththab karya M Abdul Aziz al-Halawi.
Khalifah menyadari, tak mudah meninggalkan istri, keluarga dan kampung halaman dalam waktu lama bagi kebanyakan orang.
Tradisi ini berlanjut dari generasi ke generasi hingga sampailah ke Indonesia dan menjadi bagian dari perayaan Lebaran.
Bagi masyarakat Jawa, "mudik" diartikan sebagai mulih dhisik atau pulang dulu. Sementara bagi masyarakat Betawi, istilah “mudik” berarti pulang ke udik alias desa.
Di tahun 70-an pemerintah mulai memperhatikan para pemudik dengan menyediakan beragam moda transportasi yang bisa dilipih sesuai keinginan dan kondisi keuangan. Tahun 80-an orang-orang mulai menggunakan kendaraan pribadi dalam skala massif untuk mudik.
Dan sejarah mencatat, di tahun 2020 dan 2021 pemerintah berbagai negara di dunia melarang warganya untuk mudik Lebaran demi memutus rantai pandemi.
Hari ini, di tengah kesibukan sekolah tatap muka dan berbagai aktivitas lainnya, kenangan akan mudik pekan lalu mulai menumbuhkan rasa rindu.
Maka benarlah pepatah Arab, laysa al firaq li al firaqi, wa lakinna al firaq lil al syauqi: Bukanlah perpisahan itu untuk saling berpisah, melainkan perpisahan itu untuk saling merindukan.
Mohon maaf lahir bathin untuk semua, semoga tulisan ini mengobati kerinduan bagi yang menanyakan, mengapa selama sepekan ini tak ada postingan. Saya sedang menuntaskan kerinduan bersama keluarga.
Hari ini sebagian besar para pemudik telah meninggalkan kampung halaman. Kembali ke tempat tinggal masing-masing dan melanjutkan aktivitas harian.
Tercatat170 ribu lebih kendaraan melintas GT Palimanan hingga GT Cikatama dan Jakarta pada Sabtu (7/5).
Sementara jumlah kendaraan pada Ahad (8/5) mencapai sekitar 120 ribu kendaraan. Untuk hari ini, diprediksi hanya tersisa 60 ribu hingga 70 ribu kendaraan yang melintasi GT Palimanan ke arah Jakarta.
Helatan akbar itu telah usai. Sebulan penuh Ramadhan, yang ditutup dengan perayaan Idul Fitri, lalu dilanjutkan puasa syawal selama 6 hari.
Tradisi kumpul bersama sanak keluarga di kampung halaman adalah sebuah sejarah panjang. Tercatat pada masa Khalifah Umar ibn Khattab, wilayah Islam telah meluas hingga menyebar ke seluruh jazirah Arab dan Afrika.
Pada waktu itu para prajurit dikirim ke negeri-negeri yang jauh untuk berperang dan menjaga perbatasan.
Hingga suatu kali Khalifah mendengar ungkapan kerinduan seorang istri pada suaminya yang tengah bertugas.
Ia lalu bertanya pada putrinya, Hafshah binti Umar. “Berapa lama seorang istri mampu menahan (sabar) ditinggal pergi suaminya?"
Dari situ dibuat keputusan untuk merolling para prajurit setiap enam bulan dengan rincian, satu bulan perjalanan ke medan jihad, empat bulan di lapangan, dan satu bulan sisanya untuk perjalanan pulang. Seperti yang tertulis dalam kitab Fatwa dan Ijtihad Umar bin Khaththab karya M Abdul Aziz al-Halawi.
Khalifah menyadari, tak mudah meninggalkan istri, keluarga dan kampung halaman dalam waktu lama bagi kebanyakan orang.
Tradisi ini berlanjut dari generasi ke generasi hingga sampailah ke Indonesia dan menjadi bagian dari perayaan Lebaran.
Bagi masyarakat Jawa, "mudik" diartikan sebagai mulih dhisik atau pulang dulu. Sementara bagi masyarakat Betawi, istilah “mudik” berarti pulang ke udik alias desa.
Di tahun 70-an pemerintah mulai memperhatikan para pemudik dengan menyediakan beragam moda transportasi yang bisa dilipih sesuai keinginan dan kondisi keuangan. Tahun 80-an orang-orang mulai menggunakan kendaraan pribadi dalam skala massif untuk mudik.
Dan sejarah mencatat, di tahun 2020 dan 2021 pemerintah berbagai negara di dunia melarang warganya untuk mudik Lebaran demi memutus rantai pandemi.
Hari ini, di tengah kesibukan sekolah tatap muka dan berbagai aktivitas lainnya, kenangan akan mudik pekan lalu mulai menumbuhkan rasa rindu.
Maka benarlah pepatah Arab, laysa al firaq li al firaqi, wa lakinna al firaq lil al syauqi: Bukanlah perpisahan itu untuk saling berpisah, melainkan perpisahan itu untuk saling merindukan.
Mohon maaf lahir bathin untuk semua, semoga tulisan ini mengobati kerinduan bagi yang menanyakan, mengapa selama sepekan ini tak ada postingan. Saya sedang menuntaskan kerinduan bersama keluarga.