Harga Pertamax Harusnya Kisaran Rp. 17.000 - Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati

Harga Pertamax Harusnya Kisaran Rp. 17.000 - Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati 




Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati mengatakan, penjualan BBM jenis Pertamax dengan harga Rp 14.500 belum memberikan keuntungan bagi Pertamina.
Menurutnya Nicke, bensin dengan oktan 92 itu masih dijual rugi


Diketahui, harga Pertamax baru saja naik dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter.

"Iya secara produk, iya jual rugi (Pertamax). Namanya kita jualan, kita selalu maintain button line," katar Nicke, Jumat (9/9/2022).


Tanpa Subsidi, Harga Pertalite Rp 17.200 dan Solar Rp 18.150

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan tanpa subsidi dari pemerintah, harga keekonomian Pertalite saat ini mencapai Rp 17.200 per liter, Solar mencapai Rp 18.150 per liter dan Pertamax Rp 17.950.

Menurut dia, penguatan harga minyak mentah akibat menurunnya suplai global, terutama dari Libia dan Ekuador, serta terbatasnya kemampuan produksi OPEC+ berdampak terhadap harga keekonomian bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji di Indonesia.

"Kalau kita melihat harga keekonomian dengan peningkatan harga minyak dan gas ini juga meningkat tajam," kata Dirut Pertamina Nicke Widyawati dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Rabu (6/7/2022).

Berdasarkan formulasi perhitungan yang dilakukan oleh Pertamina pada Juli 2022, harga keekonomian Solar adalah Rp 18.150 per liter, sedangkan harga jual masih Rp 5.150 per liter. Kondisi ini membuat pemerintah harus membayar subsidi Solar Rp 13.000 per liter.

Sementara itu, harga keekonomian BBM bersubsidi Pertalite berada pada angka Rp 17.200 per liter. Pertamina menjual Pertalite Rp 7.650 per liter, sehingga setiap liter Pertalite yang dibeli oleh masyarakat mendapatkan subsidi Rp 9.550 per liter dari pemerintah.

Harga keekonomian produk BBM nosubsidi jenis Pertamax adalah Rp 17.950 per liter. Pertamina masih mematok harga Pertamax Rp 12.500 per liter, sedangkan perusahaan kompetitor sudah menetapkan harga produk sekitar Rp 17.000 per liter.

"Kami masih menahan harga Pertamax Rp 12.500 per liter karena kami juga pahami kalau Pertamax naik setinggi ini, maka shifting ke Pertalite akan terjadi. Kondisi ini tentu akan menambah beban negara," kata Nicke.

Lebih lanjut ia menyampaikan pihaknya akan terus memantau kondisi harga pasar dan melakukan koordinasi dengan pemerintah untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang sesuai.

Nicke menerangkan perhitungan harga keekonomian BBM dan elpiji tersebut sudah sesuai dengan formulasi yang tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM.


 - Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, blak-blakan soal penjualan BBM jenis Pertamax. Menurutnya, bensin dengan oktan 92 itu masih dijual rugi.

Padahal harga Pertamax sudah naik dari sebelumnya Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter. Di sisi lain, harga minyak mentah dunia juga saat ini sudah mengalami penurunan.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Nicke menyebutkan, bahwa Pertamina sudah memiliki hitung-hitungan bisnis agar perusahaan tetap untung meski Pertamax dijual rugi.

"Iya secara produk, iya jual rugi (Pertamax). Namanya kita jualan, kita selalu maintain button line," beber Nicke dikutip dari live streaming kanal Youtube TV Parlemen, Jumat (9/9/2022).

Dari hitungan Pertamina, harga jual Pertamax Rp 14.500 per liter masih belum menutup biaya produksi dan distribusinya.

Terlebih, kebutuhan BBM di dalamnya tak bisa dicukupi dari kilang Pertamina yang hanya memasok kebutuhan domestik sekitar 60 persen saja. Artinya, kekurangan pasokan harus diimpor dari luar.

Beberapa waktu lalu, Nicke sempat menyebutkan kalau harga keekonomian Pertamax seharusnya di kisaran Rp 17.000 per liter.


Subsidi silang

Ia bilang, Pertamina selama ini mengandalkan subsidi silang dalam bisnisnya. Hal ini berbeda dengan Solar dan Pertalite, di mana selisih harganya ditanggung pemerintah melalui subsidi BBM.

Kerugian dalam penjualan Pertamax, selama ini ditutup dari keuntungan besar penjualan minyak di hulu. Dia mencontohkan, Pertamina yang juga mengebor minyak, sempat menikmati keuntungan besar saat harga minyak mentah dunia melambung tinggi.

"Saat harga (minyak mentah) naik, kita untung di hulu. Tapi beban (rugi) di hilir. Makanya tahun lalu kita masih untung," ungkap Nicke.

Nicke melanjutkan, sebagai perusahaan negara, Pertamina harus menerima konsekuensi penugasan dari pemerintah untuk ikut mengurangi dampak negatif dari kenaikan harga minyak.

Menurut Nicke, porsi penjualan BBM Pertamina sebagian besar dikontribusi dari BBM subsidi. Sehingga hitungan untung rugi perusahaan masih sangat bergantung pada subsidi yang diberikan APBN.

"Sekarang BBM subsidi 87 persen dari total penjualan, PSO. Itulah BUMN (yang membedakan dengan swasta), itu (jual rugi Pertamax) beban Pertamina," kata Nicke.

"Ini yang harus dilihat pemerintah 3 yang balance (seimbang) yakni daya beli masyarakat, badan usaha sehat, dan APBN sehat," tambah dia.

Nicke berujar, Pertamax dijual rugi sepenuhnya ditanggung Pertamina. Sementara APBN hanya menanggung selisih harga Pertalite dan Solar.

"Kalau kita lihat kategorinya (Pertamax) dalam regulasi adalah JBU (Jenis BBM Umum) yang harganya itu fluktuatif disesuaikan ICP, floating price. Tapi Pertamax kemudian pemerintah mengendalikan juga harganya," ucap dia.

Pertamina juga tidak menaikkan harga Pertamax terlalu tinggi juga karena nantinya dikhawatirkan masyarakat penggunanya akan beralih ke Pertalite.

"Karena kalau pertamax disesuaikan dengan market price, maka ini akan lebih banyak lagi yang ke Pertalite," beber Nicke.

Nicke bilang, selama ini, kerugian menjual Pertamax ditanggung Pertamina. Lain halnya dengan Solar yang masuk kategori Jenis BBM Tertentu (JBT) maupun Pertalite yang tergolong Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP).

"Pertamax selisihnya itu yang menanggung Pertamina, jadi tidak diganti pemerintah, tidak ada. Tidak masuk. JBT adalah Solar, JBKP Pertalite, untuk Pertamax itu JBU secara aturan," terang Nicke.

"JBU lain selain Pertamax itu floating price, makanya kemarin ICP turun, itu turun juga," imbuh dia.

Sumber: antara

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama