BUSUR PANAH YANG SIAP DILUNCURKAN

BUSUR PANAH YANG SIAP DILUNCURKAN


Pekan ini di timeline banyak yang menuliskan tentang momen melepas anak tersayang masuk ke pondok atau kembali ke pondok. Bermacam komentar, namun intinya senada, tak menyangka si kecil kini telah tumbuh menjadi remaja.

Hal itu wajar, karena sampai usia berapapun, orangtua tetap saja menganggap anaknya sebagai bocah, yang selalu ditimang-timang dengan penuh sayang.

Seringkali mereka tidak sadar, si bayi mungil yang menggemaskan itu kini telah tumbuh menjadi manusia dewasa dan mempunyai kehidupan pribadinya.

Orangtua merasa bahwa bermacam perhatian yang ditunjukkan merupakan bukti kasih sayangnya. Benarkah demikian?

Ternyata tidak. Perhatian yang tidak pada tempatnya itu justru akan ditangkap anak sebagai bentuk “ketidakpercayaan”.

Anak-anak yang dibesarkan dengan rasa “tidak dipercaya” akan tumbuh menjadi pribadi sulit, tidak mudah percaya pada orang lain, melihat segala sesuatunya dari sisi negatif, tidak mandiri, hingga kurang percaya diri.

Trust atau percaya adalah fondasi hubungan orangtua dan anak. Ketika kepercayaan tumbuh, hubungan dapat berkembang. Namun tanpa kepercayaan, hubungan bisa saling merusak hingga membawa kehancuran.

Bagaimana cara membangun kepercayaan orangtua dan anak?

Komunikasi adalah landasan kepercayaan. Semakin banyak orangtua membuka dialog dengan anak, mendengarkan pendapatnya, memberikan kesempatan padanya, tidak terus-terusan menganggapnya sebagai anak kecil yang harus dibantu dan diawasi, maka relasi yang terbentuk semakin sehat.

Begitu sulitnya belajar saling mempercayai ini, hingga Isaac Watts, seorang penulis kenamaan dari Inggris menyebutkan, "Belajar untuk percaya adalah salah satu tugas hidup yang paling sulit."

Orang tua yang terus-menerus ikut campur atau menangani masalah yang dihadapi anak atas nama kasih sayang, hanya akan membuat anak tak mampu mandiri, tak lentur menghadapi tekanan, dan selalu kesulitan menyelesaikan masalah.

Tak hanya momen masuk pondok, dalam penelitiannya, psikolog klinis Barbara Greenberg mengatakan bahwa 90 persen mahasiswa baru mengalami kegelisahan karena tidak memiliki kemampuan untuk mengatur hidupnya sendiri.

Padahal empat belas abad yang lalu Rasulullah SAW telah menyontohkan bagaimana memberikan kepercayaan penuh pada anak muda tanggung berusia 17 atau 18 tahun untuk memimpin sebuah pasukan besar.

Ia adalah Usamah bin Zaid. Panglima Islam termuda sekaligus panglima terakhir yang ditunjuk langsung oleh Rasulullah SAW menjelang wafatnya. Ia ditugaskan untuk berperang melawan Byazantium ke negeri Syam.

Ia memimpin 3.000 pasukan yang di dalamnya ada sahabat-sahabat senior seperti Umar bin Khattab, Sa'ad bin Abi Waqqash, Said bin Zaid, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan lainnya.

Awalnya banyak yang menyangsikan kemampuannya. Apa yang bisa dilakukan remaja yang baru tumbuh ini?

Namun Rasulullah SAW tetap pada pendiriannya. Hingga terbukti, hanya dalam waktu 40 hari, pasukan ini kembali ke Madinah dengan membawa sejumlah harta rampasan perang, tanpa jatuh korban satu pun!

MasyaAllah.

Sang Pujangga Khalil Gibran menuliskan puisi yang sangat indah:

Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu
Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri

Mereka terlahir melalui engkau tapi bukan darimu
Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu

Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan pikiranmu
Karena mereka memiliki pikiran mereka sendiri

Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh, tapi bukan jiwa mereka,
Karena jiwa-jiwa itu tinggal di rumah hari esok, yang tak pernah dapat engkau kunjungi meskipun dalam mimpi

Engkau bisa menjadi seperti mereka, tapi jangan coba menjadikan mereka sepertimu
Karena hidup tidak berjalan mundur dan tidak pula berada di masa lalu

Engkau adalah busur-busur tempat anak-anakmu menjadi anak-anak panah yang siap diluncurkan.
. 

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama