BERSIHKAN HARTA LIPATKAN PAHALA

BERSIHKAN HARTA LIPATKAN PAHALA


Tak terasa Ramadhan sudah berada di penghujung mata. Tamu agung itu akan segera meninggalkan kita. InsyaAllah Ramadhan akan datang kembali. Namun pertanyaannya, apakah kita masih diizinkan untuk bertemu lagi?

Tinggal 5 hari tersisa, sudahkah kita bersihkan harta melalui zakat, infak, shadaqoh? Ini waktunya dimana semua kebaikan di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan pahalanya 10 sampai 700 kali lipat.

“Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan. Kedermawanan Rasulullah SAW melebihi angin yang berhembus.” [HR. Bukhari].

Menurut data yang dihimpun dari pusat kajian strategis Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) potensi zakat di Indonesia mencapai Rp 327 triliun per tahun. Potensi itu berasal dari zakat penghasilan, jasa pertanian, perkebunan, peternakan, dan sektor lainnnya.

Bila potensi ini dimaksimalkan. Muzaki, amil maupun mustahik semua amanah, alangkah luar biasanya. Barangkali tak ada lagi kemiskinan di negeri tercinta ini.

Begitu krusialnya urusan zakat hingga Khalifah Abu Bakar memaklumatkan perang bagi para pembangkang zakat.

Di masa Khalifah Umar ibn Khattab pengelolaan zakat, infak, shadaqoh sudah mulai professional dengan didikannya baitul mal.

Baitul mal adalah lembaga yang mengurusi harta yang dikumpulkan dari zakat, kharaj (cukai atas tanah pertanian), jizyah (pajak yang dibebankan pada penduduk non-Muslim yang tinggal di negara Islam), ghanimah (rampasan perang), kaffarat (denda), wakaf, dan lain-lain yang ditasyarufkan untuk kepentingan umat.

Ada catatan sejarah yang menarik , di mana Sang Khalifah tidak memberikan harta zakat kepada salah satu dari delapan golongan (ashnaf), yakni mualaf (orang yang baru masuk Islam).

Mengapa? Karena sebagian besar yang masuk Islam pada masa itu adalah orang-orang kaya dan mampu. Seperti Suhail bin Amr, Aqra’ bin Habis, dan Muawiyyah bin Abi Sufyan.

Pada masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan dikeluarkan sebuah kebijakan penting. Yakni dibolehkannya pembayaran zakat harta melalui nilai uang. Mekanismenya, total harta yang dimiliki disetarakan dengan uang, lalu diambil 2,5 persennya.

Model pembayaran zakat seperti itu diteruskan pada masa Ali ibn Abi Thalib dan masih digunakan hingga kini.

Menariknya, ada kisah seorang ulama besar yang tak pernah mengeluarkan zakat. Ia adalah Imam Al Laits bin Sa’adlah dari Mesir. Apa pasal? Hartanya selalu habis dibagikan sebelum sampai nisab.

Salah satu dari 8 golongan yang berhak menerima zakat adalah gharimin atau orang yang terlilit hutang.

Pada masa Daulah Utsmani, tak hanya para Sultan yang membagikan hartanya, rakyatnya pun bertradisi melunasi hutang siapa saja, sekalipun tak dikenalnya. Namanya Zimem Defteri alias buku utang.

Menjleang dan selama Ramadhan, orang-orang kaya akan datang ke toko-toko kelontong, pasar, atau tempat-tempat lainnya untuk melunasi utang siapa saja. Sekalipun orang-orang itu tak dikenalnya.

Mereka akan meminta buku catatan utang yang dimiliki para pedagang, lalu melihat berapa jumlah yang harus dibayar dan menyerahkan sekantung uang, disertai pesan, “Katakan padaku kalau masih ada lagi yang lainnya.”

MasyaAllah! Yuks, ini saatnya bersihkan harta lipatgandakan pahala.

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama