Demi Karir Masa Depan Anak Emas, SBY Turun Gunung
Pilpres 2024, Siapa Jegal Siapa?
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (kiri) berjalan meninggalkan ruangan usai Kongres V Partai Demokrat di Jakarta, Minggu (15/3/2020). Dalam kongres tersebut, Agus Harimurti Yudhoyono terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Umum Partai Demokrat periode 2020-2025 menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono yang selanjutnya menjadi Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat.(ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)
"Para kader, mengapa saya harus turun gunung menghadapi Pemilihan Umum 2024 mendatang? Saya mendengar, mengetahui, bahwa ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil."
Kalimat itu disampaikan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat berpidato di acara Rapat Pimpinan Nasional Partai Demokrat, Kamis (15/9/2022).
Presiden RI dua periode ini mengaku mendengar kabar ada tanda-tanda bahwa Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 akan diselenggarakan dengan tidak jujur dan tidak adil. Karena itu ia menyatakan akan turun gunung untuk menghadapi Pemilu 2024.
Di depan para kader Partai Demokrat SBY juga mengatakan, Pilpres 2024 akan diatur sedemikian rupa sehingga hanya akan diikuti oleh dua pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Sayangnya, SBY tidak menjelaskan siapa sosok yang akan mengatur dan membuat Pemilu 2024 berjalan tidak adil dan tidak jujur.
Saling serang
Pernyataan SBY ini sontak memicu polemik dan menaikkan suhu politik. Sejumlah elite partai meminta agar SBY tidak membuat gaduh dan berburuk sangka terhadap sesuatu yang belum terlaksana.
Pasalnya, tudingan SBY bisa memicu keterbelahan dan perpecahan karena belum bisa dibuktikan.
Alih-alih melontarkan tudingan, SBY diminta untuk mengungkapkan siapa sosok yang bakal membuat kecurangan dalam Pemilu 2024 mendatang.
Selain itu, jika SBY memiliki bukti indikasi adanya kecurangan yang bakal terjadi, ia diminta melaporkan langsung kepada aparat penegak hukum atau penyelenggara Pemilu.
Hal ini dinilai lebih baik dibanding melontarkan tudingan yang berpotensi memicu kegaduhan dan perpecahan.
PDI Perjuangan sebagai partai politik penyokong pemerintah berang dan balik menyerang. Mereka menyebut, kecurangan dalam Pemilu justru marak terjadi di era kepemimpinan SBY, yakni pada Pemilu 2009.
PDI Perjuangan juga mengancam akan ‘membuat perhitungan’ jika SBY menganggu pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, khususnya dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 nanti.
Demokrat terancam?
Bukan sekali ini SBY menggunakan istilah turun gunung. Sebelumnya, pendiri Partai Demokrat ini juga pernah menyatakan akan turun gunung saat Demokrat terancam pecah.
Saat itu muncul dualisme kepemimpinan di Partai Demokrat, yakni kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan kubu Moeldoko.
Perseteruan ini berakhir setelah Kementerian Hukum dan HAM menolak mengesahkan kepengurusan DPP Partai Demokrat periode 2021-2025, hasil Kongres Luar Biasa Deli Serdang atau KLB Demokrat dengan Ketua Umum Moeldoko.
Sama seperti sebelumnya, kali ini SBY kembali menggunakan terminologi turun gunung (mungkin) karena kepentingan Partai Demokrat tengah terancam.
Berbeda dengan sebelumnya, kuat dugaan lontaran SBY ini terkait dengan kecilnya peluang AHY untuk maju dalam Pilpres 2024 mendatang.
Apalagi dalam pernyataannya, SBY juga menyinggung soal jumlah pasangan calon yang bakal muncul di Pilpres 2024 nanti.
AHY terganjal?
Kecemasan SBY bisa saja terjadi karena melihat konfigurasi dan peta politik saat ini. Ambang batas pencalonan pasangan capres-cawapres atau ‘presidential threshold’ memaksa partai-partai kecil dan menengah termasuk Demokrat untuk berkoalisi.
Hingga saat ini ada tiga partai politik yang belum secara tegas menyatakan akan berkoalisi, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat, dan Partai Nasdem.
Meskipun tiga partai ini sudah bolak balik melakukan komunikasi untuk menjalin koalisi, namun hingga saat ini mereka tak kunjung menggelar deklarasi.
Berbeda dengan Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PP