Bagaimana Nasib Kedua Orang Tua Nabi (II-IV)

𝗕𝗔𝗚𝗔𝗜𝗠𝗔𝗡𝗔 𝗡𝗔𝗦𝗜𝗕 𝗞𝗘𝗗𝗨𝗔 𝗢𝗥𝗔𝗡𝗚 𝗧𝗨𝗔 𝗡𝗔𝗕𝗜 ? Bagian II

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq 

Sebab perselisihan tentang nasib orang tua Nabi di akhirat apakah di neraka atau tidak adalah bermula dari perbedaan pandangan ulama apakah mereka semasa hidupnya termasuk ahlu fatrah atau bukan. Sebagian mereka menyatakan bahwa ibu bapak Rasulullah bukan ahli fatrah, namun sebagiannya lagi menganggap bahwa mereka hidup di masa di mana sedang terjadi kekosongan dari risalah kenabian khususnya di wilayah jazirah Arab.

Maka sebelum kita lanjut ke bahasan tentang perbedaan ulama, kita perlu mengetahui terlebih dahulu tentang ahlu fatrah siapa mereka dan bagaimana nasib mereka kelak di akhirat.

𝗔𝗵𝗹𝘂 𝗳𝗮𝘁𝗿𝗮𝗵

Ahlu al fatrah (اهل الفترة) terdiri dari dua kata Ahli yang artinya secara bahasa bisa pemilik, empu atau golongan. Sedangkan kata fatrah artinya terputus atau kosong.[1] Dikatakan dengan istilah “futur” adalah sesuatu yang tenang yang tadinya bergejolak, melunak yang tadinya keras.[2] Seperti dikatakan “Fattara al Mathar” yang artinya telah terhenti hujan.[3]

Dan fatrah yang merupakan bentuk dari kata fatara diistilahkan oleh Murtadha az Zabidi rahimahullah dengan :

ما بين كل رسولين من رسل الله عز وجل من الزمان الذي انقطعت فيه الرسالة

“𝘔𝘢𝘴𝘢 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘥𝘶𝘢 𝘶𝘵𝘶𝘴𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘻𝘻𝘢 𝘸𝘢𝘫𝘢𝘭𝘭𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘢𝘴𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘱𝘶𝘵𝘶𝘴 𝘳𝘪𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩.”[4]

Sedangkan al Imam Ibnu Katsir rahimahullah mendefinisikan dengan :

هي ما بين كل نبيين كانقطاع الرسالة بين عيسى عليه السلام ومحمد - صلى الله عليه وسلم

“𝘋𝘪𝘢 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 (𝘮𝘢𝘴𝘢) 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘯𝘢𝘣𝘪-𝘯𝘢𝘣𝘪, 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘮𝘢𝘴𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘱𝘶𝘵𝘶𝘴𝘯𝘺𝘢 (𝘬𝘦𝘯𝘢𝘣𝘪𝘢𝘯) 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘐𝘴𝘢 𝘢𝘭𝘢𝘪𝘩𝘪𝘴𝘴𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘕𝘢𝘣𝘪 𝘮𝘶𝘩𝘢𝘮𝘮𝘢𝘥 𝘚𝘩𝘢𝘭𝘢𝘭𝘭𝘢𝘩𝘶 𝘢𝘭𝘢𝘪𝘩𝘪 𝘸𝘢𝘴𝘢𝘭𝘭𝘢𝘮.”[5]

Adapun imam as Subki rahimahullah mengartikan dengan :

هي ما كانت بين رسولين لم يُرسل إليه الأول ولم يُدرِك الثاني

“𝘋𝘪𝘢 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘥𝘶𝘢 𝘶𝘵𝘶𝘴𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩, 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭 𝘴𝘢𝘵𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘥𝘪𝘶𝘵𝘶𝘴 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘶𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘮𝘢𝘴𝘢𝘯𝘺𝘢.”[6]

Imam Alusi rahimahullah berkata :

أجمع المفسرون بأن الفترة هي انقطاع ما بين رسولين

“𝘛𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘦𝘱𝘢𝘬𝘢𝘵 𝘱𝘢𝘳𝘢 𝘢𝘩𝘭𝘪 𝘵𝘢𝘧𝘴𝘪𝘳 𝘣𝘢𝘩𝘸𝘢 “𝘧𝘢𝘵𝘳𝘢𝘩” 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘢𝘴𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘱𝘶𝘵𝘶𝘴  (𝘳𝘪𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩) 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘥𝘶𝘢 𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭.”[7]

Sehingga jika digabungkan antara kata ahlu dengan fatrah akan terdefinisi diantara dengan pengertian : “Golongan atau umat yang hidup di masa antara dua utusan Allah, yang mereka tidak bertemu dengan utusan Allah yang pertama dan tidak juga menjumpai utusan Allah yang kedua. Seperti umat yang hidup di zaman antara telah diutusnya Isa ‘alaihissalam dan sebelum diutusnya Rasulullah ﷺ. Yang di masa mereka tidak ada Rasul yang diutus kepada mereka.”[8]

Sehingga dengan definisi ini, ahlu fatrah tidak ada lagi setelah diutusnya Nabi Muhammad ﷺ, karena memang tidak ada sepeninggal nabi atau Rasul yang diutus oleh Allah ta’ala. Namun meskipun demikian para ulama menyatakan meskipun secara penamaan ahli fatrah ini tidak ada lagi, namun secara hukum ahli fatrah bisa saja terjadi di masa setelah diutusnya Rasulullah ﷺ . Yakni mereka yang hidup di suatu masa atau tempat namun dakwah Islam tidak sampai kepada mereka. Nah mereka ini juga dihukumi sebagai ahlu fatrah.

𝗡𝗮𝘀𝗶𝗯 𝗔𝗵𝗹𝗶 𝗙𝗮𝘁𝗿𝗮𝗵 𝗱𝗶 𝗔𝗸𝗵𝗶𝗿𝗮𝘁

Tentang keadaan para ahli fatrah itu nanti di akhirat, secara umum ada tiga pendapat ulama tentangnya. Yang pertama mereka akan selamat, yang kedua mereka dimasukkan ke dalam neraka dan yang ketiga mereka akan diuji terlebih dahulu untuk ditentukan surga atau nerakanya.[9]

Berikut adalah penjelasan masing-masing pendapat dalam masalah ini :

𝟭.𝗔𝗵𝗹𝗶 𝗳𝗮𝘁𝗿𝗮𝗵 𝘀𝗲𝗹𝗮𝗺𝗮𝘁 𝗱𝗶 𝗮𝗸𝗵𝗶𝗿𝗮𝘁

Pendapat pertama ini dipegang oleh kalangan ulama Asy’ariyyah dari madzhab aqidah dan dari sebagian Syafi’iyyah dari madzhab fiqih.[10]

Dalilnya yang digunakan oleh kalangan ini adalah ayat dan hadits berikut ini :

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗽𝗲𝗿𝘁𝗮𝗺𝗮

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ

“𝘋𝘢𝘯 𝘒𝘢𝘮𝘪 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘥𝘻𝘢𝘣 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘒𝘢𝘮𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘵𝘶𝘴 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭.” (QS. Al Isra: 15)

Sisi pendalilannya : Allah ta’ala telah menyatakan bahwa Dia tidak akan mengadzab suatu kaum sebelum diutusnya seorang rasul kepada mereka. Sedangkan ahli Fatrah tidak diutus kepada mereka seorang rasul pun sehingga mereka tidak akan diadzab, artinya mereka akan dimasukkan ke dalam syurga.

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗸𝗲𝗱𝘂𝗮

رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُل

“(𝘔𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘒𝘢𝘮𝘪 𝘶𝘵𝘶𝘴) 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘬𝘶 𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭-𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘢𝘸𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢 𝘨𝘦𝘮𝘣𝘪𝘳𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘪𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢𝘯 𝘢𝘨𝘢𝘳 𝘴𝘶𝘱𝘢𝘺𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘢𝘭𝘢𝘴𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘨𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘯𝘵𝘢𝘩 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘶𝘵𝘶𝘴𝘯𝘺𝘢 𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭-𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭 𝘪𝘵𝘶..” (QS. Nisa: 165)

Sisi pendalilannya : Allah akan membungkam hujjah orang-orang kafir di akhirat dengan bukti rasul-rasulNya yang telah diutus untuk memberikan peringatan kepada mereka namun justru oleh mereka didustakan.

Sedangkan ahlu fatrah tidak datang kepada mereka para utusan untuk memberikan peringatan apapun sehingga ini menjadi dalil akan keselamatan mereka di Akhirat.

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗸𝗲𝘁𝗶𝗴𝗮

... قَدْ جَاءَنَا نَذِيرٌ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ كَبِيرٍ

“..𝘚𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘪 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘪𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢𝘯, 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘬𝘢𝘮𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘶𝘴𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯(𝘯𝘺𝘢) 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘮𝘪 𝘬𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯, "𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘳𝘶𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘱𝘶𝘯; 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘬𝘦𝘴𝘦𝘴𝘢𝘵𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘴𝘢𝘳.” (QS. Al Mulk: 9)

Sisi pendalilannya : Di ayat ini jelas bahwa Allah ta’ala menyatakan tidak akan mengadzab seorang hamba atau suatu kaum kecuali telah tegak hujjah atas mereka dan diakui pula oleh mereka. Sedangkan itu tidak berlaku untuk ahlu fatrah karena tidak ada utusan Allah kepada mereka.

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗸𝗲𝗲𝗺𝗽𝗮𝘁

وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَتْلُونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِ رَبِّكُمْ وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا قَالُوا بَلَى وَلَكِنْ حَقَّتْ كَلِمَةُ الْعَذَابِ عَلَى الْكَافِرِينَ

"𝘈𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶 𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭-𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭 𝘥𝘪 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢𝘮𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘤𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘺𝘢𝘵-𝘢𝘺𝘢𝘵 𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯𝘮𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘱𝘦𝘳𝘪𝘯𝘨𝘢𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘪𝘯𝘪?" 𝘔𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘸𝘢𝘣: "𝘉𝘦𝘯𝘢𝘳 (𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨)". 𝘛𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘭𝘢𝘬𝘶 𝘬𝘦𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘢𝘯 𝘢𝘻𝘢𝘣 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘧𝘪𝘳.” (QS. Az Zumar : 71)

Sisi pendalilannya : Di ayat digambarkan bahwa ketika orang-orang kafir digiring menuju neraka kepada mereka ditanyakan tentang adanya rasul yang pernah diutus kepada mereka sebagai hujjah dan orang-orang kafir itupun mengakuinya. Sedangkan ahlu Fatrah tentu tidak akan disertakan karena mereka tidak pernah didatangi oleh utusan Allah sebelumnya.

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗸𝗲𝗹𝗶𝗺𝗮

وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَى حَتَّى يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا رَسُولًا يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا

“𝘋𝘢𝘯 𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯𝘮𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘪𝘯𝘢𝘴𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘯𝘦𝘨𝘦𝘳𝘪-𝘯𝘦𝘨𝘦𝘳𝘪, 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘋𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘵𝘶𝘴 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘰𝘵𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘤𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘺𝘢𝘵-𝘢𝘺𝘢𝘵 𝘒𝘢𝘮𝘪 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢...” (QS. Al Qashash :59)

Sisi pendalilannya : Allah tidak akan mungkin mendzalimi suatu kaum dengan memberikan adzab di akhirat tanpa adanya rasul yang diutus ke tengah-tengah mereka yang kemudian oleh kaum tersebut didustakan. Sedangkan ahlu fatrah tidak mendustakan seorang pun dari utusan Allah sehingga tentu mereka tidak akan diadzab oleh Allah.

Dalil ayat selanjutnya yang kurang lebih sama ada pada surah al Maidah ayat 19 dan surah al An’am ayat 130.

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗸𝗲𝗲𝗻𝗮𝗺

Rasulullah ﷺ bersabda :

وَلَا أَحَدَ أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعُذْرُ مِنْ اللَّهِ وَمِنْ أَجْلِ ذَلِكَ بَعَثَ الْمُبَشِّرِينَ وَالْمُنْذِرِينَ

“..𝘋𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘢𝘵𝘶𝘱𝘶𝘯 𝘱𝘪𝘩𝘢𝘬 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘴𝘶𝘬𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪 𝘶𝘥𝘻𝘶𝘳 𝘥𝘢𝘳𝘪𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩, 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘪𝘵𝘶𝘭𝘢𝘩 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘵𝘶𝘴 𝘱𝘢𝘳𝘢 𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘢𝘸𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢 𝘨𝘦𝘮𝘣𝘪𝘳𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘪𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢𝘯.” (HR. Bukhari)

Sisi Pendalilan : Allah ta’ala adalah Dzat yang penuh kasih sayang kepada hamba-hambaNya, selama masih ada udzur atau alasan dari pelanggaran yang dilakukan oleh seorang hamba, maka Dia akan menerima dan memberikan ampunan. Karena itulah untuk mematahkan alasan-alasan orang-orang kafir ketika ngeles dari kedurhakaan mereka, Dia menjadikan diutusnya para nabi dan rasul sebagai hujjah, sedangkan ahli fatrah termasuk karena tidak tegak atas mereka hujjah dalam masalah ini.

Bersambung...

•┈┈•••○○❁🌻AST🌻❁○○•••┈┈•

[1] Al Mufradat fi Gharib al Qur’an (1/622)
[2] Mu’jam al Maqayis (4/470)
[3] Lisanul Arab (5/43)
[4] Taj al Arus (13/294)
[5] Tafsir Ibnu Katsir (2/35)
[6] Jam’ul Jawami’ hal. 58
[7] Ruhul Ma’ani (6/103)
[8] Tahrirul Maqal (1/413)
[9] Ahlu Fatrah wa man fi Hukmihim hal. 71
[10] Al Hawi (2/353)



Bagaimana Nasib Kedua Orang Tua Nabi (III)

𝘖𝘭𝘦𝘩 : 𝘈𝘩𝘮𝘢𝘥 𝘚𝘺𝘢𝘩𝘳𝘪𝘯 𝘛𝘩𝘰𝘳𝘪𝘲

𝗡𝗮𝘀𝗶𝗯 𝗔𝗵𝗹𝘂 𝗙𝗮𝘁𝗿𝗮𝗵

Telah kita bahas di tulisan sebelumnya bahwa tentang bagaimana kelak nasib ahli fatrah itu di akhirat, secara umum ada tiga kelompok pendapat ulama. Yang pertama yang menyatakan bahwa mereka akan selamat dan dimasukkan ke syurga, yang kedua mereka dimasukkan ke dalam neraka bersama orang-orang kafir dan yang ketiga mereka akan diuji terlebih dahulu untuk ditentukan surga atau nerakanya.[1]

Untuk kelompok pertama telah kita sebutkan kalangan yang menyatakannya, berikut dalil-dalil yang digunakan untuk menguatkan pendapat mereka. Maka di bagian ketiga dari tulisan ini kita akan menyebutkan kelompok selanjutnya yakni yang kedua dan ketiga.

𝟮. 𝗔𝗵𝗹𝗶 𝗙𝗮𝘁𝗿𝗮𝗵 𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗱𝗶𝘀𝗶𝗸𝘀𝗮 𝗱𝗶 𝗻𝗲𝗿𝗮𝗸𝗮

Menurut kelompok ini ahli fatrah adalah termasuk mukallaf dan akan disiksa dengan sebab kekafiran mereka meskipun tidak datang utusan Allah kepada mereka, karena menurut mereka seharusnya ahlu fatrah menggunakan akal-akal mereka untuk membedakan yang hak dan yang batil. Meksipun mereka tidak mengetahui risalah, tapi paling tidak mereka tidak akan menyembah patung dan berhala lainnya.

Pendapat kedua ini dinisbahkan kepada kalangan mu’tazilah dan sebagian maturidiyah dari madzhab aqidah.[2]

Adapun dalil-dalil yang digunakan adalah sebagai berikut ini :

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗽𝗲𝗿𝘁𝗮𝗺𝗮

وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

“𝘋𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘢𝘶𝘣𝘢𝘵 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘪𝘵𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘳𝘫𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘫𝘢𝘩𝘢𝘵𝘢𝘯 (𝘺𝘢𝘯𝘨) 𝘩𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘢𝘱𝘢𝘣𝘪𝘭𝘢 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘫𝘢𝘭 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘦𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢, (𝘣𝘢𝘳𝘶𝘭𝘢𝘩) 𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯: "𝘚𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘢𝘺𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘢𝘶𝘣𝘢𝘵 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨". 𝘋𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 (𝘱𝘶𝘭𝘢 𝘥𝘪𝘵𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘵𝘢𝘶𝘣𝘢𝘵) 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘥𝘪 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘬𝘦𝘬𝘢𝘧𝘪𝘳𝘢𝘯. 𝘉𝘢𝘨𝘪 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘵𝘶 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘒𝘢𝘮𝘪 𝘴𝘦𝘥𝘪𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘪𝘬𝘴𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘥𝘪𝘩.” (QS.An Nisa: 18)

Sisi pendalilannya : Siapapun yang mati dalam keadaan kafir, maka ia akan disiksa baik sebelumnya telah diberikan peringatan atau kah tidak. Ahlu fatrah akan turut dimasukkan ke neraka karena mereka termasuk orang ke dalam golongan orang-orang yang kufur kepada Allah.

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗸𝗲𝗱𝘂𝗮

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ الْأَرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَى بِهِ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِين

“𝘚𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘧𝘪𝘳 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘬𝘦𝘬𝘢𝘧𝘪𝘳𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢, 𝘮𝘢𝘬𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘵𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘴𝘦𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘦𝘮𝘢𝘴 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘯𝘶𝘩 𝘣𝘶𝘮𝘪, 𝘸𝘢𝘭𝘢𝘶𝘱𝘶𝘯 𝘥𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘣𝘶𝘴 𝘥𝘪𝘳𝘪 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘦𝘮𝘢𝘴 (𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘯𝘺𝘢𝘬) 𝘪𝘵𝘶. 𝘉𝘢𝘨𝘪 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘪𝘵𝘶𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘪𝘬𝘴𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘥𝘪𝘩 𝘥𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪-𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘱𝘦𝘳𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘱𝘦𝘯𝘰𝘭𝘰𝘯𝘨.” (QS. Ali Imran : 91)

Sisi pendalilannya : Orang-orang kafir itu disiksa karena keadaan kekafiran mereka, maka ahlu fatrah yang juga kafir kepada Allah sudah seharusnya disiksa pula dengan sebab kekafirannya.

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗸𝗲𝘁𝗶𝗴𝗮

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

“𝘚𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘮𝘱𝘶𝘯𝘪 𝘥𝘰𝘴𝘢 𝘴𝘺𝘪𝘳𝘪𝘬, 𝘥𝘢𝘯 𝘋𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘮𝘱𝘶𝘯𝘪 𝘴𝘦𝘨𝘢𝘭𝘢 𝘥𝘰𝘴𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘥𝘢𝘳𝘪 (𝘴𝘺𝘪𝘳𝘪𝘬) 𝘪𝘵𝘶, 𝘣𝘢𝘨𝘪 𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘬𝘦𝘩𝘦𝘯𝘥𝘢𝘬𝘪-𝘕𝘺𝘢. 𝘉𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘱𝘦𝘳𝘴𝘦𝘬𝘶𝘵𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩, 𝘮𝘢𝘬𝘢 𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩 𝘪𝘢 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘥𝘰𝘴𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘴𝘢𝘳.” (QS. An Nisa 48)

Sisi pendalilannya : Ayat ini tegas menyatakan bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa orang-orang musyrik yang mati dengan kesyirikannya. Maka ahlu fatrah yang juga mati dengan menyekutukan Allah akan turut diadzab bersama orang-orang musyrik lainnya.

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗸𝗲𝗲𝗺𝗽𝗮𝘁

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“𝘚𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘧𝘪𝘳 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘬𝘦𝘢𝘥𝘢𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘧𝘪𝘳, 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘭𝘢𝘬𝘯𝘢𝘵 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩, 𝘱𝘢𝘳𝘢 𝘮𝘢𝘭𝘢𝘪𝘬𝘢𝘵 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢 𝘴𝘦𝘭𝘶𝘳𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢.” (QS. Al-Baqarah: 161)

Sisi pendalilannya : Sesungguhnya orang-orang kafir yang mati dengan membawa kekafirannya akan dilaknat dan diadzab oleh Allah, maka demikian pula ahli fatrah yang mati dengan membawa kekafirannya.

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗸𝗲𝗹𝗶𝗺𝗮

‌اسْتَأْذَنْتُ ‌رَبِّي ‌أَنْ ‌أَسْتَغْفِرَ ‌لِأُمِّي ‌فَلَمْ ‌يَأْذَنْ ‌لِي، ‌وَاسْتَأْذَنْتُهُ ‌أَنْ ‌أَزُورَ ‌قَبْرَهَا، ‌فَأَذِنَ ‌لِ

“𝘈𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘰𝘩𝘰𝘯 𝘪𝘻𝘪𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘙𝘢𝘣𝘣-𝘬𝘶 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘯𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘮𝘱𝘶𝘯𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘨𝘪 𝘪𝘣𝘶𝘬𝘶, 𝘯𝘢𝘮𝘶𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘳𝘬𝘦𝘯𝘢𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘰𝘭𝘦𝘩-𝘕𝘺𝘢, 𝘥𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘱𝘶𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘪𝘻𝘪𝘯 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘻𝘪𝘢𝘳𝘢𝘩𝘪 𝘬𝘶𝘣𝘶𝘳𝘯𝘺𝘢 𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘳𝘬𝘦𝘯𝘢𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘰𝘭𝘦𝘩-𝘕𝘺𝘢.” (HR. Muslim)

Sisi pendalilan : Ibunda Nabi adalah termasuk ahlu fatrah, meskipun demikian ketika ia mati dengan membawa kesyirikan, Allah melarang NabiNya untuk memohonkan ampun untuknya.

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗸𝗲𝗲𝗻𝗮𝗺

عَنْ أَنَسٍ؛ أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ! أَيْنَ أَبِي؟ قَالَ "فِي النَّارِ" ‌فَلَمَّا ‌قَفَّى ‌دَعَاهُ ‌فَقَالَ "‌إِنَّ ‌أَبِي ‌وَأَبَاكَ ‌فِي ‌النار

"𝘋𝘢𝘳𝘪 𝘈𝘯𝘢𝘴 𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘬𝘪-𝘭𝘢𝘬𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘢𝘯𝘺𝘢 : “𝘞𝘢𝘩𝘢𝘪 𝘙𝘢𝘴𝘶𝘭𝘶𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘣𝘢𝘱𝘢𝘬𝘬𝘶 ? 𝘉𝘦𝘭𝘪𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘸𝘢𝘣 : “𝘋𝘪 𝘯𝘦𝘳𝘢𝘬𝘢.” 𝘔𝘢𝘯𝘢 𝘬𝘢𝘭𝘢 𝘭𝘢𝘬𝘪-𝘭𝘢𝘬𝘪 𝘪𝘵𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘱𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘭𝘪𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨𝘨𝘪𝘭𝘯𝘺𝘢 𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘣𝘥𝘢 “𝘚𝘦𝘴𝘶𝘯𝘯𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘢𝘱𝘢𝘬𝘬𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘱𝘢𝘬𝘮𝘶 𝘥𝘪 𝘯𝘦𝘳𝘢𝘬𝘢.” (HR. Muslim)

Sisi pendalilan : Jelas disebutkan di sini bahwa orang tua nabi dan orang tua para sahabat mereka adalah ahlu fatrah, tetapi meskipun demikian mereka tetap dimasukkan ke neraka dengan sebab kesyirikan mereka.

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗸𝗲𝘁𝘂𝗷𝘂𝗵

Dalil akal. Karena akal telah dijadikan hujjah oleh Ibrahim untuk menunjukkan keberadaan Allah baik kepada kaumnya maupun kepada orang tuanya. Sebagaimana yang disebutkan dalam surah al An’am ayat 74 dan ayat 78 hingga seterusnya. Lalu Allah menegaskan dengan firmanNYa :

وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ

“𝘋𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 (𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘧𝘪𝘳) 𝘪𝘵𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢 : 𝘚𝘦𝘢𝘯𝘥𝘢𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘪 𝘥𝘢𝘩𝘶𝘭𝘶 𝘮𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘨𝘶𝘯𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘳𝘢𝘯 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘭 𝘬𝘢𝘮𝘪 𝘮𝘢𝘬𝘢 𝘯𝘪𝘴𝘤𝘢𝘺𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘪 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘶𝘥𝘶𝘬 𝘯𝘦𝘳𝘢𝘬𝘢 𝘪𝘯𝘪.” (QS. Al Mulk : 10)

𝟯. 𝗔𝗵𝗹𝗶 𝗙𝗮𝘁𝗿𝗮𝗵 𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗱𝗶𝘂𝗷𝗶 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗺𝗲𝗻𝗲𝗻𝘁𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗻𝗮𝘀𝗶𝗯 𝗺𝗲𝗿𝗲𝗸𝗮

Menurut kelompok yang memegang pendapat ketiga ini, ahlu fatrah akan diuji pada hari kiamat. Yakni mereka oleh Allah ta’ala akan diperintahkan untuk  memasuki kobaran api, jika mereka mematuhi Allah maka mereka akan diampuni, namun jika tidak, mereka justru akan dimasukkan ke dalam neraka karena kedurhakaan tidak mau mematuhi perintahNya.

Pendapat ini masyhur dipegang oleh beberapa ulama klasik dari generasi tabi’in, juga menurut satu riwayat ini yang diikuti oleh Abu Hasan al Asy’ari dan beberapa ulama yang mengikuti madzhabnya seperti Ibnu Hajar al Asqalani.[3] Pendapat ini juga yang dipilih oleh Ibnu Taimiyah, Ibnu Hazm dan al imam Ibnu Katsir rahimahulullah jami’an.[4]

Dalil yang digunakan oleh mereka yang memegang pendapat ini adalah :

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗽𝗲𝗿𝘁𝗮𝗺𝗮

Dari Aswad bin Syari’, Rasulullah ﷺ  bersabda :

أربعة (يحتجون) يوم القيامة رجل أصم لا يسمع شيئاً ورجل أحمق ورجل هرم ورجل مات في فترة، فأما الأصم فيقول رب لقد جاء الإسلام وما أسمع شيئاً، وأما الأحمق فيقول رب لقد جاء الإسلام والصبيان يحذفوني بالبعر، وأما الهرم فيقول رب لقد جاء الإسلام وما أعقل شيئاً، وأما الذي مات في الفترة فيقول رب ما أتاني لك رسول فيأخذ مواثيقهم ليطيعنه فيرسل إليهم أن أدخلوا النار، قال: فوالذي نفس محمد بيده لو دخلوها لكانت عليهم بردا وسلاما. ومن لم يدخلها سحب إليها

“𝘌𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘩𝘶𝘫𝘫𝘢𝘩 𝘥𝘪 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘬𝘪𝘢𝘮𝘢𝘵, 𝘺𝘢𝘪𝘵𝘶 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘭𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘳 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘱𝘶𝘯, 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘥𝘪𝘰𝘵, 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘱𝘪𝘬𝘶𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘥𝘪 𝘮𝘢𝘴𝘢 𝘧𝘢𝘵𝘳𝘢𝘩. 𝘈𝘥𝘢𝘱𝘶𝘯 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘭𝘪 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢, “𝘠𝘢 𝘙𝘢𝘣𝘣, 𝘐𝘴𝘭𝘢𝘮 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘳 𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘢𝘱𝘢𝘱𝘶𝘯”. 𝘖𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘥𝘪𝘰𝘵 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢, “𝘠𝘢 𝘙𝘢𝘣𝘣, 𝘐𝘴𝘭𝘢𝘮 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘬𝘢𝘭”. 𝘖𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘱𝘪𝘬𝘶𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢, “𝘐𝘴𝘭𝘢𝘮 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘯𝘢𝘬-𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘬𝘦𝘤𝘪𝘭 𝘮𝘦𝘭𝘦𝘮𝘱𝘢𝘳𝘪𝘬𝘶 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘬𝘰𝘵𝘰𝘳𝘢𝘯 𝘶𝘯𝘵𝘢.”

𝘖𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘮𝘢𝘴𝘢 𝘧𝘢𝘵𝘳𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢, “𝘠𝘢 𝘙𝘢𝘣𝘣 𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘬𝘶 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭.” 𝘔𝘢𝘬𝘢 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘮𝘣𝘪𝘭 𝘱𝘦𝘳𝘫𝘢𝘯𝘫𝘪𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘢𝘨𝘢𝘳 𝘥𝘪𝘵𝘢𝘢𝘵𝘪 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘵𝘶𝘴 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢, 𝘢𝘨𝘢𝘳 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬 𝘬𝘦 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘯𝘦𝘳𝘢𝘬𝘢. 𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘢𝘢𝘵 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘶 𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬 𝘮𝘢𝘬𝘢 𝘯𝘦𝘳𝘢𝘬𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘥𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘭𝘢𝘮𝘢𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢. 𝘉𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘦𝘯𝘨𝘨𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘵𝘢𝘢𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢, 𝘮𝘢𝘬𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘫𝘦𝘳𝘶𝘮𝘶𝘴𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮𝘯𝘺𝘢.” (HR. Ahmad)[5]

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗸𝗲𝗱𝘂𝗮

Dari Anas bin, Malik Rasulullah ﷺ  bersabda :

يؤتى بأربعة يوم القيامة، بالمولود وبالمعتوه وبمن مات في الفترة وبالشيخ الفاني، كلهم يتكلم بحجته، فيقول الرب تبارك وتعالى لعنق من النار ابرزي، فيقول لهم: إني كنت أبعث إلى عبادي رسلًا من أنفسهم وإني رسول نفسي إليكم، قال: ويقول لهم ادخلوا هذه، ويقول من كتب عليه الشقاء: أنى ندخلها ومنها كنا نفر؟! فيقول الله: فأنتم لرسلي أشد تكذيبًا. قال: وأما من كتب عليه السعادة فيمضي فيقتحم فيها، فيدخل هؤلاء الجنة وهؤلاء إلى النار

“𝘈𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘬𝘪𝘢𝘮𝘢𝘵: 𝘣𝘢𝘺𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘳𝘶 𝘭𝘢𝘩𝘪𝘳, 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘬𝘪𝘵 𝘫𝘪𝘸𝘢, 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭 𝘥𝘪 𝘮𝘢𝘴𝘢 𝘧𝘢𝘵𝘳𝘢𝘩, 𝘥𝘢𝘯 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘵𝘶𝘢, 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘪𝘤𝘢𝘳𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘴𝘢𝘬𝘴𝘪𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘢𝘴𝘪𝘯𝘨-𝘮𝘢𝘴𝘪𝘯𝘨. 𝘋𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘧𝘪𝘳𝘮𝘢𝘯 𝘙𝘢𝘣𝘣 𝘵𝘢𝘣𝘢𝘳𝘢𝘬𝘢 𝘸𝘢𝘵𝘢’𝘢𝘭𝘢 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘣𝘢𝘴𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘢𝘱𝘪 𝘯𝘦𝘳𝘢𝘬𝘢. 𝘔𝘶𝘯𝘤𝘶𝘭𝘭𝘢𝘩.

𝘒𝘦𝘮𝘶𝘥𝘪𝘢𝘯 𝘋𝘪𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 : ‘𝘚𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘪𝘳𝘪𝘮 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘩𝘢𝘮𝘣𝘢-𝘩𝘢𝘮𝘣𝘢-𝘒𝘶 𝘶𝘵𝘶𝘴𝘢𝘯-𝘶𝘵𝘶𝘴𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘥𝘪𝘳𝘪 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪, 𝘥𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘶𝘵𝘶𝘴𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶, “𝘔𝘢𝘬𝘢 𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘦 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘢𝘱𝘪 𝘪𝘯𝘪. 𝘋𝘢𝘯 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘵𝘢𝘬𝘥𝘪𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘯𝘨𝘴𝘢𝘳𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘸𝘢𝘣 : ‘𝘉𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘪 𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘮𝘪 𝘪𝘵𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘶𝘴𝘢𝘩𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘪𝘯𝘥𝘢𝘳 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘢𝘱𝘪 ?! 𝘒𝘦𝘮𝘶𝘥𝘪𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘧𝘪𝘳𝘮𝘢𝘯 : ‘𝘖𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘪𝘯𝘨𝘬𝘢𝘳 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘙𝘢𝘴𝘶𝘭-𝘒𝘶.

𝘉𝘦𝘭𝘪𝘢𝘶 ﷺ 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘣𝘥𝘢: ‘𝘈𝘥𝘢𝘱𝘶𝘯 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘵𝘢𝘬𝘥𝘪𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘬𝘦𝘣𝘢𝘩𝘢𝘨𝘪𝘢𝘢𝘯, 𝘮𝘢𝘬𝘢 𝘥𝘪𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬𝘪𝘯𝘺𝘢, 𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘯𝘪 𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬 𝘴𝘶𝘳𝘨𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘵𝘶 𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬 𝘯𝘦𝘳𝘢𝘬𝘢.” (HR. Bazzar dan Abu Ya’la)[6]

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗸𝗲𝘁𝗶𝗴𝗮

Dari Abu Sa’id al Khudri, Rasulullah ﷺ bersabda :

يؤتى بالهالك في الفترة والمعتوه والمولود، فيقول الهالك في الفترة: لم يأتني كتاب ولا رسول، ويقول المعتوه: أي رب، لم تجعل لي عقلًا أعقل به خيرًا ولا شرًا، ويقول المولود: لم أدرك العمل قال: فيرفع لهم النار فيقال، رِدوها، أو قال: ادخلوها. فيدخلها من كان في علم الله سعيدًا أن لو أدرك العمل، قال: ويمسك عنها من كان في علم الله شقيًا أن لو أدرك العمل، فيقول الله تبارك وتعالى: "إياي عصيتم، فكيف برسلي بالغيب؟

“𝘖𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘪𝘯𝘢𝘴𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘢𝘴𝘢 𝘪𝘵𝘶, 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘨𝘪𝘭𝘢, 𝘣𝘢𝘺𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘳𝘶 𝘭𝘢𝘩𝘪𝘳, 𝘥𝘢𝘯 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘪𝘯𝘢𝘴𝘢 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘢𝘴𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢: 𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘪𝘵𝘢𝘣 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘳𝘢𝘴𝘶𝘭 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘬𝘶, 𝘥𝘢𝘯 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘶𝘯𝘨𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢: 𝘠𝘢 𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯, 𝘌𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘶 𝘱𝘪𝘬𝘪𝘳𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘥𝘪𝘨𝘶𝘯𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘩𝘢𝘮𝘪 𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘣𝘶𝘳𝘶𝘬, 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘺𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘳𝘶 𝘭𝘢𝘩𝘪𝘳 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢: 𝘚𝘢𝘺𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘱𝘦𝘬𝘦𝘳𝘫𝘢𝘢𝘯 𝘪𝘵𝘶.

 𝘒𝘦𝘮𝘶𝘥𝘪𝘢𝘯 𝘕𝘦𝘳𝘢𝘬𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘣𝘢𝘯𝘨𝘬𝘪𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘨𝘪 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘬𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯: 𝘉𝘶𝘢𝘯𝘨𝘭𝘢𝘩, 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘋𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢: 𝘔𝘢𝘴𝘶𝘬𝘭𝘢𝘩. 𝘔𝘢𝘬𝘢 𝘣𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘪𝘭𝘮𝘶 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘢𝘩𝘢𝘨𝘪𝘢 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘢𝘱𝘢𝘪 𝘱𝘦𝘬𝘦𝘳𝘫𝘢𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘴𝘦𝘣𝘶𝘵. 𝘉𝘦𝘭𝘪𝘢𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘣𝘥𝘢: 𝘋𝘢𝘯 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘦𝘵𝘢𝘩𝘶𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘯𝘨𝘴𝘢𝘳𝘢 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘢𝘱𝘢𝘪 𝘱𝘦𝘬𝘦𝘳𝘫𝘢𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘴𝘦𝘣𝘶𝘵 𝘮𝘢𝘬𝘢 𝘪𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘶𝘩𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢: “𝘌𝘯𝘨𝘬𝘢𝘶 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘶𝘳𝘩𝘢𝘬𝘢𝘪 𝘈𝘬𝘶, 𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘳𝘢 𝘙𝘢𝘴𝘶𝘭-𝘒𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪 𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘨𝘩𝘢𝘪𝘣?” (HR. Bazzar)

𝗦𝘁𝗮𝘁𝘂𝘀 𝗽𝗲𝗻𝗱𝘂𝗱𝘂𝗸 𝗠𝗮𝗸𝗸𝗮𝗵 𝘀𝗲𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗕𝗶’𝘁𝘀𝗮𝗵

Setelah kita mengetahui pendapat para ulama tentang keadaan ahlu fatrah nanti di akhirat, pertanyaan selanjutnya adalah apakah penduduk Makkah yang meninggal sebelum diutusnya Rasulullah ﷺ  termasuk dalam hal ini, orang tua Nabi itu termasuk ahli Fatrah ? Dan apakah keadaan mereka pada saat itu semua dalam keadaan musyrik ? Insyaallah kita akan bahas di bagian ke IV...

•┈┈•••○○❁AST❁○○•••┈┈•

[1] Ahlu Fatrah wa man fi Hukmihim hal. 71
[2] Jam’ul Jawami’ (1/62)
[3] Tabaqat asy Syafi’iyah (3/347),  Fath al Bari (3/445)
[4] Tafsir Ibnu Katsir (3/35), Al AFash fi al Milal (4/74)
[5] Hadits ini juga diriwayatkan oleh al imam Thabrani dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, dan al Haitsami mengatakan dalam Majmnu’ Az Zawaid (7/216) rijal hadits ini semuanya shahih.
[6] Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid (7/216) mengatakan bahwa semua rawi hadits ini shahih kecuali seorang rawi yang bernama Laits bin Abi Salim yang tertuduh sering melakukan tadlis.

𝗡𝗔𝗦𝗜𝗕 𝗞𝗘𝗗𝗨𝗔 𝗢𝗥𝗔𝗡𝗚 𝗧𝗨𝗔 𝗡𝗔𝗕𝗜 bagian IV

 Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq 

Tulisan ini adalah lanjutan dari bahasan sebelumnya tentang ahlu fatrah dan tiga pendapat ulama tentang nasib mereka kelak di akhirat. Dan di bagian ke empat ini kita akan membahas tentang status penduduk Makkah sebelum diutusnya Nabi ﷺ apakah mereka termasuk ahlu fatrah ataukah bukan.

Ternyata jika kita tela’ah pendapat para ulama dalam kitab-kitab mereka, umumnya akan kita dapati bahwa mereka berpendapat adalah penduduk Makkah sebelum masa datangnya risalah Islam yang dibawa oleh Nabi ﷺ adalah termasuk ahlu fatrah. 

Terlepas kemudian adanya perbedaan pendapat diantara ulama tersebut, apakah ahlu fatrah akan disiksa dalam neraka karena kekafirannya ataukah akan diampuni oleh Allah, sebagaimana ini sebagiannnya telah kita bahas di bab sebelumnya.

Tapi yang jelas mayoritas ulama ketika membahas masa antara nabi Isa dengan masa diutusnya Rasulullah ﷺ, atau saat mereka membahas penduduk Makkah di masa jahiliyah, para ulama menyebutnya dengan masa Fatrah. Berikut ini diantaranya :

Al imam Ibnu Jarir Ath Thabari rahimahullah ketika menjelaskan surah al Maidah ayat 19 beliau berkata :

يراد به سكون مجيء الرسل وذلك انقطاعها. ثم اختلف أهل التأويل في قدر مدة تلك الفترة

 “Yang dimaksud di sini (dengan masa fatrah) adalah masa ketiadaan kedatangan rasul-rasul, dan itu masa keterputusan (wahyu). Kemudian para ulama tafsir berbeda pendapat tentang lamanya masa fatrah tersebut.”[1]

Sedangkan al Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata :

على فترة من الرسل، أي بعد مدة متطاولة ما بين إرساله وعيسى ابن مريم، وقد اختلفوا في مقدار هذه الفترة كم هي

 “Atas terputusnya dari rasul-rasul, yakni masa panjang antara diutusnya beliau shalallahu’alaihi wassalam dengan  Isa bin Maryam. Dan telah berbeda pendapat (para ulama) tentang berapa lama masa fatrah tersebut.”[2]

Al Imam Baghawi rahimahullah berkata :

وسميت فترة لأن الرسل كانت تترى بعد موسى عليه السلام من غير انقطاع إلى زمن عيسى عليه السلام، ولم يكن بعد عيسى عليه السلام سوى رسولنا صلى الله عليه وسلم

 “Dan dinamakan masa Fatrah karena para rasul setelah Musa ‘alaihissalam itu berturut-turut diutus tanpa terputus hingga tibanya zaman nabi Isa ‘alaihissalam. Dan tidak ada setelah Isa seorang rasul kecuali Rasul kita shalallahu'alaihi wassalam .”[3]

Al Imam Bukhari rahimahullah mencantumkan dalam shahihnya :

عَنْ ‌سَلْمَانَ قَالَ ‌فَتْرَةٌ ‌بَيْنَ ‌عِيسَى ‌وَمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِمَا وَسَلَّمَ سِتُّمِائَةِ سَنَةٍ

 “Dari Sulaiman dia berkata : ‘Masa Fatrah antara Isa dengan Muhammad atas keduanya salam adalah 600 tahun.”

Berkata al imam Ibnu Hajar al Asqalani rahimahullah :

قوله فترة بين عيسى ومحمد عليهما الصلاة والسلام ستمائة سنة ‌والمراد ‌بالفترة ‌المدة ‌التي ‌لا ‌يبعث ‌فيها ‌رسول ‌من ‌الله ولا يمتنع أن ينبأ فيها من يدعو إلى شريعة الرسول الأخير

 “Dan penyataan masa fatrah antara Isa dan Muhammad ‘alaihmasshalatu wassalam adalah 600 tahun. Dan yang dimaksud masa Fatrah di sini adalah tidak adanya utusan Allah. Meski tidak menutup kemungkinan adanya orang-orang yang mengajak kepada syariatnya nabi yang paling akhir."[4]

Al imam Ibnu Jauzi rahimahullah berkata :

وفي مدّة الفترة بين عيسى ومحمد عليهما السلام أربعة أقوال: أحدها: أنه كان بين عيسى ومحمّد عليهما السلام ستمائة سنة، رواه أبو صالح عن ابن عباس، وبه قال سلمان الفارسي، ومقاتل. والثاني: خمسمائة سنة وستون سنة، قاله قتادة. والثالث: أربع مائة وبضع وثلاثون سنة، قاله الضحاك. والرابع: خمسمائة سنة وأربعون سنة، قاله ابن السائب

“Dan tentang lamanya masa Fatrah antara nabi Isa dengan nabi Muhammad ‘alaihimassalam ada tiga pendapat, yang pertama : Bahwa antara nabi Isa dengan nabi Muhammad ‘alaihimassalam adalah 600 tahun, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Shalih dari Ibnu Abbas, dan ini juga pendapat Sulaiman al Farisi dan Muqatil.  

Pendapat yang kedua : 560 tahun ini pendapat Qatadah. Pendapat yang ketiga : 430 an tahun, ini adalah pendapat adh Dhahak.  Dan pendapat yang keempat : 540 tahun ini adalah pendapat dari Ibnu Saib.

Bahkan pendapat ini juga dipegang oleh sebagian masyayikh Salafiyin seperti yang tertuang dalam fatwa berikut ini :

فأهل الفترة هم الذين يعيشون في وقت لم تبلغهم فيه دعوة رسول ولم يأتهم كتاب كالفترة التي بين عيسى ومحمد صلوات الله عليهم وسلامه، قال الله تعالى: يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ عَلَى فَتْرَةٍ مِّنَ الرُّسُلِ {المائدة:19} .

“Maka yang disebut ahlu Fatrah adalah mereka yang hidup di zaman tidak sampainya dakwah seorang Rasul. Dan tidak pula turun kitab kepada mereka. Seperti masa fatrah antara nabi Isa dengan nabi Muhammad shalawatullahu ’alahim. 

Allah ta’ala berfirman : ‘Wahai ahli kitab, telah datang kepada kalian seorang Rasul Kami yang akan menjelaskan kepada kalian ketika terputus kepada kalian dari diutusnya para  rasul.’ (QS. Al Maidah : 19)

ومن ‌هذا ‌يتبين ‌لك ‌أن ‌أهل ‌مكة ‌كانوا ‌قبل ‌الإسلام ‌أهل ‌فترة، وأما بعد بعثة محمد صلى الله عليه وسلم فإنهم لم يكونوا كذلك، لأنهم الذي بُعث فيهم الرسول صلى الله عليه وسلم أنذرهم وحذرهم، وشرح لهم طريق الهدى، فآمن منهم من هدى الله، وبقي على الكفر من لم يرد الله هدايته

“Dan dari sini jelaslah bahwa penduduk Makkah sebelum datangnya masa Islam adalah termasuk ahlu fatrah. Adapun setelah diutusnya nabi Muhammad ﷺ barulah keadaan mereka berubah, Karena dengan demikian sudah ada beliau sebagai Rasul yang memberi peringatan kepada mereka. 

Yang menjelaskan kepada mereka jalan petunjuk. Maka berimanlah sebagian dari mereka yang Allah beri hidayah. Dan sebagiannya lagi tetap dalam kekafirannya yaitu mereka yang tidak Allah berikan hidayah kepadanya.”[5]

Bersambung ke bagian V…

•┈┈•••○○❁༺αѕт༻❁○○•••┈┈•
[1] Tafsir ath Thabari (8/274)
[2] Tafsir Ibnu Katsir (3/63)
[3] Tafsir al Baghawi (3/34)
[4] Fath al Bari (7/277)
[5] Fatawa Asy Syabakah al Islamiyah (4/36)

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama