SISTEM PENDIDIKAN DI MATA ALBERT EINSTEIN...?
Dimas anakku adalah anak otak kanan, seperti anak otak kanan pada umumnya ia kurang tertarik untuk belajar hal-hal yang akademis. Umumnya anak otak kanan menyukai satu hal yang menarik bagi dirinya, dan ia akan sangat fokus mendalami itu, jika tidak ia sukai maka ia cenderung menghindari.
Itulah sering kali anak-anak otak kanan mendapat gelar sebagai anak rentang konsentrasi pendek. Padahal jika sesuatu ia sukai ia tergolong anak yang memiliki rentang konsentrasi panjang bahkan ia bisa berkonsentrasi hingga berjam-jam melakukan hal yang sama.
Jadi sebenarnya tidak anak dengan rentang konsentrasi pendek, yang ada adalah anak yang tidak menyukai apa yang dia kerjakan atau yang diperintahkan untuk ia kerjakan.
Jika tidak percaya, cobalah seorang anak yang katanya Rentang Konsentrasi pendek untuk bermain GAME kesukaanya, saya jamin ia akan langsung bisa konsentrasi penuh selama berjam-jam. Dan bahkan saking konsentrasinya ia tidak akan menoleh saat anda panggil.
Ambil contoh Dimas anak saya, jika ia diminta belajar ada saja alasannya, dan jikapun ia mau belajar (soal-soal ujian UN) karena Dimas tahun ini HOME SCHOOLING setingkat kelas 6 SD dan Insyaallah bulan Mei nanti akan ikut ujian penyetaraan level A, maka mau tidak mau ia harus belajar soal-soal latihan ujian negara.
Tapi kalau sudah bicara tentang kesukaanya, dan dalam hal ini adalah Mobil atau Otomotif, maka ia akan bisa bicara berjam-jam dan membaca semua aspek tentang mobil di google hingga berjam-jam, melihat youtube tentang mobil juga hingga berjam-jam.
Yang lebih hebat lagi ia rela bangun tengah malam agar bisa belajar tentang mobil di google/youtube melalui paket Internet Malam yang ia miliki. Dan itu hampir setiap hari.
Berbeda dengan kakaknya Dido yang otak kiri Akademis, untuk Dido belajar ala “anak-anak sekolah” tidak menjadi masalah baginya, bahkan ia tergolong anak yang amat sangat rajin belajar, tanpa harus diwajibkan apa lagi diperintah-peri
Al hasil saat UAN tahun lalu Dido berhasil melalui UAN penyetaraan tanpa masalah apapun. (Mirip kakak adik dalam kisah film Taare Zamen Paar)
Berbeda dengan Dimas, yang tidak suka belajar akademis, maka ketika ia belajar ada saja tingkahnya untuk “mau tidak mau terpaksa harus melakukannya”.
Ia melakukannya dengan bernyanyi-nyany
Terkadang semua hal ini membuat aku tertawa.
Saya sebagai ayahnya yang paham betul tentang fenomena anak-anak otak kanan ini tidak pernah memarhinya akan apapun yang dilakukan Dimas saat memaksakan dirinya untuk belajar akademis.
Apalagi ketika aku pernah menyaksikan sebuah biografi film Albert Einstein di tv, yang menggambarkan bagaimana Einstein kecil dulu belajar dan hingga dewasa, persis seperti apa yang dilakukan Dimas.
Juga ketika Einstein mengajari kedua anaknya belajar...., ia tidak pernah duduk diam di atas meja belajar, melainkan mengajak anaknya ke loteng dan melempar telur kebawah, untuk mengajarkan hukum aksi dan reaksi, juga mengajarkan hukum gravitasi.
Ia mengajak anaknya ke jembatan lurus vs lengkung untuk mengajari anaknya ilmu sudut, ia mengajari anaknya di danau membuat perahu kecil untuk mengajari hukum kecepatan dan percepatan dll.
Einstein selalu mengajari anaknya sambil bermain, ngobrol dan bahkan berdebat (tidak pernah ada suasana yang serius) mereka melakukan sambil bercanda dan tertawa bersama.
Begitupula yang aku lakukan sehari-hari, selalu mengajak Dimas belajar melalui apa yang dia sukai, dan Dimas sangat suka sekali tentang OTOMOTIF, dia suka sekali tentang mobil dari segala aspeknya, mulai bentuk, tinggi, panjang, teknologi, kecepatan, harga, hingga kelebihan dan kelemahan masing-masing merek mobil mulai dari harga paling murah hingga harga paling mahal.
Mengapa saya begitu tenang membimbing Dimas menghadapi UAN, karena memang UAN itu bukan ujian yang cocok bagi setiap anak, jadi bukan anaknya yang gak cocok dengan UAN melainkan UAN itu yang gak cocok dengan fitrah penciptaan setiap anak, tidak cocok dengan kecerdasan anak-anak yang beragam, tidak cocok dengan anak yang kelak karirnya bukan melulu akademis.
Sistem Ujian UAN cocok untuk anak saya yang pertama tapi dia sangat tidak cocok dengan anak saya yang kedua, juga sebagaian besar anak-anak Indonesia dan di seluruh dunia lainnya.
Albert Einstein adalah orang pertama yang pernah mencetuskan tentang ketidak cocokan sistem ujian ini, dan menyampaikannya
Belajar dari masa lalu Albert Einstein seorang Jenius Dunia yang masa sekolahnya berantakan dan dianggap sebagai anak yang bermasalah dengan belajar juga dengan sistem ujian di Jerman, maka aku tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama pada anakku Dimas...
Biarlah Dimas berkembang sesuai fitrah sang Penciptanya,
Biarlah Dimas berkembang sesuai keinginan sang Penciptanya, dan bukan sesuai keinginanku atau siapapun.
Satu fokusku adalah Dimas harus jadi orang baik. Jadi manusia yang jujur dan beretika moral baik.
Dan akhirnya akupun berpesan pada anakku:
“Ayah mencintai Dimas apa adanya nak, belajarlah sebisamu, ikutlah UAN sebagaimana dulu Einstein terpaksa juga harus ikut ujian yang semacam ini agar bisa dapat Ijazah melanjutkan keperguruan tinggi.”
“Jika tidak lulus, ya tidak apa-apa yang penting kita sudah berusaha keras setiap hari"
"Jika tidak lulus mengulanglah seperti Einstein juga dulu mengulang ketika tidak lulus ujian.”
‘Jadilah orang hebat yang dikenal dan dikenang dunia sebagaimana Eisntein yang di kenal dan dikenang dunia hingga abad ini.
“ Jadilah orang yang ahli dibidang yang kamu sukai dan berguna bagi dunia nak, sebagai mana juga Einstein yang menjadi Ahli fisika tingkat dunia. Sekali lagi ayah katakan, ayah mencintai Dimas apa adanya.”
“Biarlah orang lain tidak memahami siapa dirimu, tapi aku ayahmu paham betul siapa Dimas"
"Dimas itu anak yang baik yang selalu sayang dengan ayah dan bunda, yang selalu cekatan, yang selalu berlari menghampiri ketika dimintai pertolongan apapun oleh ayah dan bunda, yang ramah dan penuh kasih sayang pada manusia dan binatang, yang selalu ngemong ketika bertemu dengan adik-adik kecil di manapun... yang bercita-cita ingin membuatkan rumah yang bagus bagi ayah bunda ketika tua nanti, sungguh ayah bahagia sekali memiliki anak seperti Dimas."
"Kita akan lalui bersama perjalanan ini bersama-sama sebagai satu keluarga, sampai kelak kita berdua bisa membuktikanya, sebagaimana Om Albert Einstein dan keluarganya yang telah berhasil membuktikan pada dunia bahwa dirinya sama sekali tidak bermasalah dengan kecerdasan".
Saya peluk erat-erat Dimas yang sedang bosan belajar, saya cium pipinya dan matanyapun berbinar-binar.
Tulisan ini saya dedikasikan untuk para orang tua Indonesia dan dunia yang punya anak lebih dominan otak kanan dan kurang suka belajar Akademis & Hapalan