Hukum Memelihara Burung dengan Dikurung

Source:pixabay.com 

𝗛𝗨𝗞𝗨𝗠 𝗠𝗘𝗠𝗘𝗟𝗜𝗛𝗔𝗥𝗔 𝗕𝗨𝗥𝗨𝗡𝗚 𝗗𝗘𝗡𝗚𝗔𝗡 𝗗𝗜𝗞𝗨𝗥𝗨𝗡𝗚

𝘜𝘴𝘵𝘢𝘥𝘻, 𝘴𝘶𝘢𝘮𝘪 𝘴𝘢𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘭𝘪𝘬𝘪 𝘩𝘰𝘣𝘣𝘺 𝘮𝘦𝘮𝘦𝘭𝘪𝘩𝘢𝘳𝘢 𝘣𝘶𝘳𝘶𝘯𝘨. 𝘈𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘐𝘴𝘭𝘢𝘮 ? 𝘒𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘳𝘶𝘵 𝘴𝘢𝘺𝘢 𝘪𝘯𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘬𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘣𝘦𝘣𝘢𝘴𝘢𝘯 𝘣𝘶𝘳𝘶𝘯𝘨 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱 𝘥𝘪 𝘢𝘭𝘢𝘮, 𝘱𝘢𝘥𝘢𝘩𝘢𝘭 𝘐𝘴𝘭𝘢𝘮 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘪𝘬𝘴𝘢 𝘮𝘢𝘬𝘩𝘭𝘶𝘬. 𝘔𝘰𝘩𝘰𝘯 𝘱𝘦𝘯𝘤𝘦𝘳𝘢𝘩𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘶𝘴𝘵𝘢𝘥𝘻.

𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯𝗮𝗻

𝘖𝘭𝘦𝘩 : 𝘈𝘩𝘮𝘢𝘥 𝘚𝘺𝘢𝘩𝘳𝘪𝘯 𝘛𝘩𝘰𝘳𝘪𝘲 

Hukum memelihara hewan termasuk burung dengan cara dibatasi kebebasannya, entah dengan cara dikurung di kandang atau diikat, dibolehkan menurut ijma’ (kesepakatan) ulama.[1]  Yang tentu saja dengan syarat umum dipenuhi kebutuhan makannya, tidak diperlakukan secara dzalim dan bukan hewan yang diharamkan untuk dipelihara.

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹𝗻𝘆𝗮

Berikut diantara dalil-dalil kebolehan memelihara hewan dengan cara menahannya, baik dengan mengurung atau mengikatnya.

𝟭. 𝗞𝗲𝗮𝗱𝗮𝗮𝗻 𝗵𝗲𝘄𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗹𝗶𝗵𝗮𝗿𝗮𝗮𝗻 𝗱𝗶 𝘇𝗮𝗺𝗮𝗻 𝗥𝗮𝘀𝘂𝗹𝘂𝗹𝗹𝗮𝗵 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗸𝗲𝗮𝗱𝗮𝗮𝗻 𝘁𝗲𝗿𝗶𝗸𝗮𝘁

Dalil pertama bolehnya menahan hewan untuk diambil manfaatnya adalah ; bahwasanya kuda, keledai, unta dan hewan peliharaan di zaman Rasulullah ﷺ adalah dalam keadaan ada tali pengikatnya. Artinya dalam keadaan kehilangan ‘kebebasan’. Jika ini dilarang dalam Islam, tentu Rasulullah akan melarangnya.

𝟮. 𝗛𝗮𝗱𝗶𝘁𝘀 𝘁𝗲𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗽𝗲𝗿𝗲𝗺𝗽𝘂𝗮𝗻 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗻𝗮𝗵𝗮𝗻 𝗸𝘂𝗰𝗶𝗻𝗴

رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عُذِّبَتْ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ لَا هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَسَقَتْهَا إِذْ حَبَسَتْهَا وَلَا هِيَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ

𝘙𝘢𝘴𝘶𝘭𝘶𝘭𝘭𝘢𝘩 ﷺ 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘣𝘥𝘢: "𝘚𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘸𝘢𝘯𝘪𝘵𝘢 𝘥𝘪𝘴𝘪𝘬𝘴𝘢 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘬𝘪𝘢𝘮𝘢𝘵 𝘭𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘳𝘶𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘦𝘬𝘰𝘳 𝘬𝘶𝘤𝘪𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘩𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘬𝘶𝘤𝘪𝘯𝘨 𝘪𝘵𝘶 𝘮𝘢𝘵𝘪. 𝘒𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘚𝘶𝘣𝘩𝘢𝘯𝘢𝘩𝘶 𝘞𝘢𝘵𝘢'𝘢𝘭𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘦 𝘯𝘦𝘳𝘢𝘬𝘢. 𝘒𝘶𝘤𝘪𝘯𝘨 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘪𝘬𝘶𝘳𝘶𝘯𝘨𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘥𝘪𝘣𝘦𝘳𝘪 𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘪𝘯𝘶𝘮 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘱𝘶𝘭𝘢 𝘥𝘪𝘭𝘦𝘱𝘢𝘴𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘶𝘱𝘢𝘺𝘢 𝘪𝘢 𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘱 𝘴𝘦𝘳𝘢𝘯𝘨𝘨𝘢-𝘴𝘦𝘳𝘢𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘣𝘶𝘮𝘪." (HR. Muslim)

Imam Syaukani menjelaskan hadits diatas : "Hadits ini digunakan sebagai dalil tentang keharaman mengurung kucing atau hewan peliharaan lainnya tanpa memberi makan dan minum, sebab hal tersebut merupakan bentuk penyiksaan pada makhluk Allah."[2]

𝟯. 𝗛𝗮𝗱𝗶𝘁𝘀 𝗮𝗻𝗮𝗸 𝗸𝗲𝗰𝗶𝗹 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗯𝘂𝗿𝘂𝗻𝗴𝗻𝘆𝗮

Dalam satu riwayat hadits dikisahkan:

عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا، وَكَانَ لِي أَخٌ يُقَالُ لَهُ أَبُو عُمَيْرٍ - قَالَ: أَحْسِبُهُ - فَطِيمًا، وَكَانَ إِذَا جَاءَ قَالَ: «يَا أَبَا عُمَيْرٍ، مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ» نُغَرٌ كَانَ يَلْعَبُ بِهِ

“𝘋𝘢𝘳𝘪 𝘈𝘯𝘢𝘴, 𝘥𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢 ; 𝘕𝘢𝘣𝘪 ﷺ 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘢𝘬𝘩𝘭𝘢𝘬𝘯𝘺𝘢. 𝘋𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘭𝘪𝘬𝘪 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘪𝘢𝘴𝘢 𝘥𝘪𝘱𝘢𝘯𝘨𝘨𝘪𝘭 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘣𝘶𝘵𝘢𝘯 𝘈𝘣𝘶 𝘜𝘮𝘢𝘪𝘳. 𝘋𝘪𝘢 (𝘱𝘦𝘳𝘢𝘸𝘪) 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢 : 𝘱𝘦𝘳𝘬𝘪𝘳𝘢𝘢𝘯𝘬𝘶, 𝘥𝘪𝘢 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘳𝘶 𝘥𝘪𝘴𝘢𝘱𝘪𝘩. 𝘉𝘦𝘭𝘪𝘢𝘶 ﷺ 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨, 𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨𝘨𝘪𝘭 : “𝘞𝘢𝘩𝘢𝘪 𝘈𝘣𝘶 𝘜𝘮𝘢𝘪𝘳, 𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘭𝘢𝘬𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘴𝘪 𝘕𝘶𝘨𝘩𝘢𝘪𝘳 (𝘯𝘢𝘮𝘢 𝘴𝘦𝘦𝘬𝘰𝘳 𝘣𝘶𝘳𝘶𝘯𝘨). 𝘚𝘦𝘮𝘦𝘯𝘵𝘢𝘳𝘢 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘪𝘵𝘶 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘮𝘢𝘪𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢." (HR. Bukhari).

Dalam hadits di atas, Nabi membiarkan anak tersebut memelihara dan bermain dengan burung yang dia pelihara. Nabi pun tidak memerintahkan keluarganya agar melepas burung tersebut.

 Al imam Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah menerangkan bahwa hadits ini menunjukkan kebolehannya memelihara burung di dalam sangkar. Beliau berkata :

 ‌جواز ‌إمساك ‌الطير ‌في ‌القفص ‌ونحوه

“Pada (hadits) ini, ada dalil bolehnya memelihara burung dalam sangkar atau semacamnya .”[3]

Al imam as Syarwani mengatakan : ”Al Qaffal ditanya tentang hukum memelihara burung dalam sangkar, untuk didengarkan suaranya atau semacamnya. Beliau menjawab, itu dibolehkan selama pemiliknya memperhatikan kebutuhan burung itu, karena hukumnya sama dengan binatang ternak yang diikat." [4]

𝗞𝗲𝘀𝗶𝗺𝗽𝘂𝗹𝗮𝗻

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa memelihara burung itu hukumnya diperbolehkan, meskipun hanya sekedar untuk menikmati keindahan suaranya, bulu-bulunya atau sekedar untuk bersenang-senang asalkan pemilik burung merawatnya dengan baik, dengan mencukupi keperluan makanan dan minumannya.[5]

Hukum asal kebolehannya baru bisa berubah menjadi haram, bila burung tersebut dipelihara untuk hal yang diharamkan seperti untuk sarana judi.

𝗕𝘂𝗸𝗮𝗻𝗸𝗮𝗵 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗱𝗶𝗸𝘂𝗿𝘂𝗻𝗴 𝗯𝘂𝗿𝘂𝗻𝗴 𝗷𝗮𝗱𝗶 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗯𝗲𝗯𝗮𝘀 𝘀𝗲𝗵𝗶𝗻𝗴𝗴𝗮 𝗺𝗲𝗿𝗮𝘀𝗮 𝘁𝗲𝗿𝘀𝗶𝗸𝘀𝗮 ?

Burung yang dikurung memang benar tidak bebas lagi, tapi ketidak bebasannya bukan berarti dia merasa tersiksa. Karena kalau berbicara rasa, siapa sih yang tahu perasaannya burung ? Lagian kita tidak usah berlelah-lelah menyelidiki perasaan hewan berlebihan, karena boleh jadi si hewan sendiri tidak punya perasaan, kita saja yang terlalu baper (bawa perasaan).

Dalam kehidupan ini, bukan hanya burung dan hewan yang dibatasi kebebasannya. Tapi bahkan kita juga manusia, dibatasi sebagian hak-haknya agar bisa diambil manfaatnya.

Bayangkan kalau karyawan tidak ‘dibatasi kebebasannya’, masuk kerja dan pulang semaunya, perusahaan tentu tidak akan bisa untung. Atau pelajar yang dibiarkan semaunya bebas sesuai keinginannya. Tidak dibatasi dengan norma dan aturan, tentu akan sangat sulit seorang guru mendidiknya.

Jadi, ketika syariat sudah mengatur kebolehan menahan hewan, itu sudah paling bersesuaian dengan fitrah kehidupan. Bahkan syariat bukan hanya membolehkan mengurung mereka, tapi membolehkan membunuh (menyembelih) hewan untuk diambil manfaatnya secara ma’ruf.

📚Wallahu a’lam.
_________________
[1] Hasyiyah Qulyubi (4/95), Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (5/119).
[2] Nailul Authar (7/7).
[3] Fathul Bari (10 /584)
[4] Hasyiyah as-Syarwani (9/210).
[5] Mughnil Muhtaj (5/ 547).

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama