Google Digugat Atas Penerapan GPB di Play Store
Salah satu sudut kantor Google. (About Google)
EEL WAY, - Google, raksasa teknologi asal Amerika Serikat, digugat atas penerapan Google Play Billing (GPB) System di Google Play Store, melalui Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Indonesia. Sidang pun telah digelar sebanyak dua kali, yakni yang pertama pada Jumat (28/6/2028), dan kedua pada Selasa (16/7/2024).
Googgle digugat atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 5/1999) yang diatur dalam Pasal 17, 19 huruf a dan huruf b, serta Pasal 25 ayat (1) huruf a.
Pada sidang pertama akhir Juni lalu, sidang digelar dengan agenda pemaparan Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) oleh investigator, yang dipimpin ketua majelis hakim Hilman Pujana serta Mohammad Reza dan Eugenia Mardanugraha sebagai anggota majelis.
Dalam paparannya, investigator menyampaikan bahwa telah terdapat cukup bukti atas terjadinya pelanggaran UU 5/1999.
Google diduga telah mewajibkan perusahaan yang mendistribusikan aplikasi melalui Google Play Store menggunakan GPB system dan memberikan sanksi apabila tidak patuh dengan menghapus aplikasi dari Google Play Store.
“GBP adalah metode atau pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi (in-app purchases) yang didistribusikan di Google Play Store di Indonesia. Atas penggunaan GBP tersebut, Google mengenakan tarif layanan (fee) kepada aplikasi sebesar 15-30% dari pembelian,” ungkap Kepala Kepaniteraan pada Sekretariat KPPU Akhmad Muhari, dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Rabu (17/7/2024).
Sementara itu, berbagai jenis aplikasi yang dikenakan penggunaan GPB tersebut meliputi aplikasi yang menawarkan langganan (seperti pendidikan, kebugaran, musik, atau video) serta aplikasi yang menawarkan digital items yang dapat digunakan dalam permainan/gim.
Selanjutnya, aplikasi yang menyediakan konten atau kemanfaatan (seperti versi aplikasi yang bebas iklan) serta aplikasi yang menawarkan cloud software and services (seperti jasa penyimpanan data, aplikasi produktivitas, dan lainnya).
Kebijakan penggunaan GPB tersebut pun mewajibkan aplikasi yang diunduh dari Google Play Store harus menggunakan GPB sebagai metode transaksinya. Sementara itu, penyedia konten atau pengembang (developer) aplikasi juga wajib memenuhi ketentuan yang ada dalam GPB tersebut.
Google juga tidak memperbolehkan penggunaan alternatif pembayaran lain di GPB. Kebijakan penggunaan GPB itu efektif diterapkan pada 1 Juni 2022. Bagi aplikasi yang tidak mematuhi kebijakan tersebut akan dihapus dari Google Play Store.
Sementara itu, Google Play Store sendiri merupakan platform distribusi aplikasi terbesar di Indonesia dengan pangsa pasar mencapai 93%. Karena itu, atas beberapa kebijakan yang diberlakukan oleh Google LLC itu, investigator menganalisis adanya dampak terhadap persaingan usaha.
Investigator juga menyebut bahwa akibat perilaku Google LLC, melalui kebijakan-kebijakannya itu, menimbulkan hambatan pasar jasa penyediaan pembayaran, hilangnya pilihan pembayaran bagi konsumen, serta adanya penurunan pendapatan developer Indonesia yang dibarengi dengan kenaikan pendapatan terlapor (Google).
Bantahan Google
Sementara itu, pada sidang Selasa (16/7/2024) kemarin, Majelis Komisi melanjutkan persidangan berikutnya dengan agenda penyampaian tanggapan terlapor (Google) terhadap LDP yang sebelumnya telah disampaikan investigator pada sidang pertama di Ruang Sidang, Gedung Kantor KPPU Jakarta.
“Google LLC, yang dalam sidang diwakili oleh kuasa hukumnya, menyampaikan bahwa menolak LDP yang disampaikan investigator pada sidang sebelumnya,” ungkap Akhmad Muhari.
Dengan adanya tanggapan tersebut, Majelis Komisi pun akan menyusun hasil Pemeriksaan Pendahuluan. Dalam kesempatan yang sama, investigator KPPU maupun para terlapor juga telah menyerahkan daftar nama saksi dan/atau ahli kepada Majelis Komisi.
Kasus tersebut sedianya punya jangka waktu pemeriksaan pendahuluan 30 hari kerja sejak tanggal 20 Juni 2024 dan akan berakhir pada tanggal 31 Juli 2024.