Sejarah, Restorasi Meiji yang Mengakhiri Era Samurai & Keshogunan Jepang !!!
Jika para member suka menonton film atau anime bertemakan samurai, maka nama "Restorasi Meiji" harusnya bukanlah nama yang asing bagi para pengunjung sekalian. Dalam sejarah aslinya, Restorasi Meiji (Meiji Restoration; Meiji Ishin) adalah peristiwa pengembalian atau restorasi kekuasaan ke tangan kaisar dari yang awalnya dipegang oleh shogun dinasti Tokugawa. Peristiwa pengalihan kekuasaan yang dimaksud terjadi pada tahun 1867, namun periode sebelum & sesudah pengalihan kekuasaan banyak diwarnai oleh gejolak sosial serta militer yang turut melibatkan negara-negara Barat.
Kata "Meiji" pada peristiwa restorasi ini diambil dari nama gelar Kaisar Meiji & memiliki makna "pemerintahan yang tercerahkan" untuk menggambarkan stabilnya kembali kondisi dalam negeri Jepang sejak diperintah oleh kaisar yang bersangkutan. Restorasi Meiji merupakan salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah pra modern Jepang karena berkat restorasi ini, Jepang yang awalnya merupakan negara kolot & terbelakang berubah menjadi salah satu negara termaju di Asia & bahkan dunia. Namun di sisi lain, Restorasi Meiji juga menjadi penyebab utama hilangnya golongan-golongan tradisional seperti golongan daimyo (tuan tanah) & samurai (ksatria elit) dalam struktur sosial masyarakat Jepang.
LATAR BELAKANG !!!
Jepang adalah negara dengan bentuk pemerintahan kekaisaran yang berarti secara teoritis, pemegang kekuasaan tertinggi di Jepang adalah kaisar. Namun dalam praktiknya, yang memiliki peran & kekuatan besar dalam menjalankan roda pemerintahan adalah panglima militer yang dikenal dengan sebutan "shogun". Kaisar di lain pihak memiliki peran terbatas dalam aktivitas sosial politik Jepang sehingga kini ia hanya menjadi semacam simbol. Masing-masing panglima memiliki pasukannya sendiri-sendiri & tidak jarang timbul perang antar panglima untuk menjadi shogun yang diakui oleh kaisar. Terhitung sejak tahun 1603, posisi shogun dipegang oleh dinasti Tokugawa di mana mereka menjalankan roda pemerintahan dari kota Kyoto.
Tahun 1633, rezim Tokugawa menjalankan kebijakan baru yang dikenal dengan nama "sakoku". Dengan kebijakan tersebut, orang-orang Jepang kini tidak boleh lagi pergi keluar negeri & orang-orang asing tidak diperbolehkan masuk ke Jepang (kecuali pedagang Belanda serta Cina). Buku-buku berbahasa asing juga dilarang beredar di seantero Jepang. Alasan utama dijalankannya kebijakan sakoku adalah karena Tokugawa khawatir kalau pengaruh negatif yang dibawa oleh orang-orang Eropa (khususnya Spanyol & Portugal) akan membuat Jepang nantinya bisa dikuasai oleh pihak asing. Salah satu contoh pengaruh negatif yang dimaksud adalah semakin banyaknya penduduk Jepang yang memeluk agama Katolik. Menurut Tokugawa, orang-orang yang menganut agama Katolik memiliki kecenderungan lebih besar untuk membangkang karena mereka akan lebih patuh kepada gereja daripada shogun.
Sejak kebijakan sakoku dijalankan, aktivitas pertanian, perdagangan, & praktik kebudayaan lokal sempat mengalami peningkatan pesat. Namun memasuki abad ke-18, timbul kemerosotan ekonomi yang diakibatkan oleh bencana alam periodik & aktivitas korupsi para anggota pemerintahan. Untuk mengakalinya, pemerintahan Tokugawa lantas menaikkan pajak kepada kaum petani - kebijakan yang lantas menyulut penolakan & kerusuhan di kawasan pedesaan. Kemerosotan ekonomi negara & semakin kayanya golongan pedagang juga membuat golongan samurai menjadi semakin bergantung pada golongan pedagang untuk mencukupi kebutuhan finansialnya. Sebagai akibatnya, sekat-sekat pemisah antar golongan yang sudah dibangun oleh rezim Tokugawa untuk menjaga stabilitas sosial mulai mengalami keretakan.
di luar Jepang, muncul tekanan agar Jepang kembali membuka diri & menormalkan hubungan dagangnya dengan negara-negara Barat. Negara-negara seperti Portugal, Rusia, & Perancis mengirim armada dagangnya untuk membujuk Tokugawa supaya mau mengubah kebijakannya, namun semuanya berakhir sia-sia. Baru setelah armada militer Amerika Serikat (AS) yang dipimpin oleh Komodor Matthew Perry berlabuh di Jepang pada tahun 1853, Jepang bersedia membuka hubungan dagang dengan AS sejak tahun 1854 karena Jepang merasa khawatir dengan superioritas teknologi militer yang ditunjukkan oleh AS lewat kapal-kapalnya. Beberapa tahun kemudian, giliran Rusia, Inggris, & Perancis yang berhasil mendapatkan izin dari pemerintah Jepang untuk melakukan aktivitas dagang di pelabuhan-pelabuhan lautnya.
Masuknya kembali bangsa-bangsa asing ke tanah Jepang membuat keshogunan Tokugawa semakin kehilangan wibawanya di mata penduduk lokal. Penyebabnya adalah selama ini Tokugawa selalu menonjolkan dirinya sebagai pemimpin yang membentengi negaranya dari pengaruh bangsa asing. Keputusan Tokugawa untuk mengizinkan bangsa-bangsa asing kembali beroperasi di wilayah Jepang secara otomatis membuat rezim tersebut dianggap sudah mengingkari janjinya sendiri kepada rakyat Jepang. Dikombinasikan dengan faktor-faktor internal seperti krisis ekonomi, era pemerintahan dinasti Tokugawa yang sudah berlangsung selama beberapa abad pun mulai goyah & seruan supaya kaisar kembali menjalankan roda pemerintahan Jepang mulai membahana.
BERJALANNYA RESTORASI !!!
Dibukanya kembali pelabuhan-pelabuhan Jepang kepada pihak asing membuat orang-orang asing mulai berduyun-duyun datang ke Jepang. Ketika jumlah mereka semakin banyak & kedatangan mereka dianggap membawa dampak negatif bagi Jepang, konflik antara orang asing dengan para samurai & daimyo yang anti-asing pun mulai timbul. Banyak orang asing yang sedang berada di Jepang tewas terbunuh secara mengenaskan. Memasuki tahun 1863, Kaisar Komei juga turut menyatakan penolakannya secara terang-terangan akan keberadaan orang asing di Jepang & memerintahkan shogun untuk segera melakukan sesuatu. Perintah kaisar tersebut lalu direspon shogun dengan cara meminta perwakilan negara-negara asing untuk segera angkat kaki dari Jepang.
Alih-alih menuruti permintaan shogun, negara-negara Barat justru memilih untuk mengirimkan armada lautnya ke Jepang karena menganggap shogun tidak bisa lagi mengendalikan perilaku rakyatnya sendiri. Ada 2 provinsi yang menjadi markas utama dari kelompok anti-shogun & anti asing, yaitu provinsi Satsuma (sekarang dikenal dengan nama Kagoshima) & provinsi Choshu (sekarang Yamaguchi). Kedua provinsi itulah yang menjadi sasaran pengeboman oleh kapal-kapal perang milik AS & negara-negara Eropa pada tahun 1863 hingga tahun 1864. Sadar bahwa negara-negara Barat terlalu kuat untuk diusir & dikalahkan, kaisar pun mengubah pikirannya & membiarkan shogun tetap melanjutkan kebijakannya membuka pesisir Jepang kepada negara-negara Barat. Masih berlanjutnya hubungan antara shogun & negara-negara Barat lantas diikuti pula dengan proses modernisasi di wilayah Jepang yang dikuasai oleh shogun.
Di pihak yang berseberangan, kelompok anti-shogun di Satsuma & Choshu yang sebelumnya menunjukkan sentimen anti asing mulai menyadari potensi dari pihak yang awalnya mereka musuhi. Maka, mereka pun mulai menjalin kontak dengan Inggris & AS supaya kedua negara tersebut bersedia membantu memodernisasi pasukan milik kelompok anti-shogun. Kelompok anti-shogun berharap, pasukan milik mereka yang sudah dimodernisasi nantinya bisa digunakan untuk menggulingkan shogun lewat jalur militer sehingga pucuk kekuasaan negara yang awalnya dipegang oleh shogun akan beralih kembali ke tangan kaisar Jepang. Tergulingnya shogun juga akan memuluskan keinginan dari kelompok anti-shogun untuk merombak & memodernisasi Jepang sesuai dengan selera mereka.
Kegiatan modernisasi pasukan yang dilakukan oleh kelompok anti-shogun mulai berbuah manis ketika pada tahun 1866, pasukan anti-shogun berhasil mengalahkan pasukan shogun yang menginvasi Choshu. Setahun kemudian, Kaisar Komei wafat & posisinya digantikan oleh putranya Mutsuhito yang nantinya lebih dikenal dengan nama Kaisar Meiji. Di tahun yang sama dengan kematian Kaisar Komei, Tokugawa Yoshinobu / Tokugawa Keiki diangkat menjadi shogun yang baru. Posisi keshogunan saat itu sudah begitu rapuh sebagai akibat dari meningkatnya kekuatan Satsuma & Choshu, sementara para daimyo yang selama ini mendukung shogun justru meminta agar shogun membiarkan kaisar menjadi penguasa mutlak Jepang. Sadar bahwa ia tidak memiliki pilihan lain, Yoshinobu setuju untuk mundur dari posisinya sebagai shogun pada bulan November 1867. Mundurnya Yoshinobu sekaligus mengakhiri era keshogunan Tokugawa yang sudah berlangsung selama lebih dari 2,5 abad.
Walaupun secara resmi keshogunan Tokugawa tidak lagi eksis, namun dalam realitanya para anggota dinasti Tokugawa masih memiliki pengaruh kuat dalam aktivitas pemerintahan Jepang. Situasi tersebut tidak disukai oleh para pemberontak Satsuma & Choshu sehingga pada bulan Januari 1868, mereka nekat menyerang & menduduki istana kekaisaran di Kyoto. Saigo Takamori selaku pemimpin penyerbuan tersebut lalu menyatakan kalau kekuasaan kaisar sudah direstorasi sambil memerintahkan agar aset-aset milik anggota dinasti Tokugawa segera disita. Merasa tidak senang dengan peristiwa tersebut, Yoshinobu lalu memerintahkan pasukannya untuk segera menyerbu Kyoto sehingga pecahnya "Perang Boshin" (Boshin Senso) antara pasukan pro-Tokugawa melawan pasukan pro-kekaisaran pun tak terhindarkan lagi.
Pasukan pro-Tokugawa memiliki keunggulan dalam hal jumlah personil, namun mereka tidak memiliki stok persenjataan modern yang memadai. Pasukan kekaisaran di lain pihak dilengkapi dengan persenjataan termutakhir pada masanya seperti senapan Gattling, meriam Armstrong, & senapan Minie yang memiliki akurasi tinggi serta jarak tembak yang jauh. Keunggulan tersebut berhasil dimanfaatkan oleh pasukan kekaisaran dengan baik sehingga perlahan tapi pasti, mereka berhasil mendesak mundur pasukan pro-Tokugawa. Hasilnya, pada bulan Oktober 1868 pasukan kekaisaran sudah berhasil menguasai 3 dari 4 pulau utama di Jepang : Kyushu, Shikoku, & Honshu. Pasukan pro-Tokugawa yang masih tersisa sempat mundur ke Pulau Hokkaido untuk mendirikan basis pertahanan terakhir, namun perlawanan mereka akhirnya terhenti pada bulan Mei 1869 setelah digempur habis-habisan oleh pasukan kekaisaran di Hakodate, Hokkaido selatan.
KONDISI PASCA RESTORASI !!!
Menyerahnya sisa-sisa pasukan pro-Tokugawa sekaligus mengakhiri konflik bersenjata yang mewarnai masa transisi selama Restorasi Meiji. Pasca restorasi, ibukota pemerintahan yang awalnya berlokasi di Kyoto dipindahkan ke Tokyo (sebelumnya bernama Edo). Upaya modernisasi & reformasi dilakukan secara menyeluruh untuk mengejar ketertinggalan Jepang dari negara-negara Barat sekaligus menaikkan posisi tawarnya di mata dunia internasional. Sebagai contoh, para daimyo diharuskan menyerahkan tanah miliknya ke kaisar. Sebagai gantinya, para daimyo tersebut direkrut menjadi gubernur yang dibayar secara berkala oleh pemerintah pusat. Sistem feodalisme juga dihapuskan & diganti dengan sistem daerah administrasi (prefektur).
Untuk mengubah Jepang dari yang awalnya negara agraris menjadi negara industri yang maju, pemerintah "Negeri Matahari Terbit" tersebut mengirimkan rakyatnya yang berbakat untuk menimba ilmu di luar negeri sambil mengundang para staf ahli dari luar negeri untuk mengajar di Jepang. Modernisasi fasilitas transportasi & komunikasi juga dilakukan untuk memperlancar aktivitas sosial ekonomi dalam negeri. Para zaibatsu atau keluarga pebisnis yang mendominasi perekonomian nasional mulai bermunculan. Sementara di sektor militer, kebijakan wajib militer diterapkan & perombakan angkatan darat serta laut dilakukan dengan memakai angkatan bersenjata dari negara-negara maju Eropa sebagai modelnya. Berkat aneka kebijakan tersebut, Jepang berhasil tumbuh menjadi salah satu negara Asia dengan militer terkuat & termodern pada paruh awal abad ke-20.
Di sektor politik pada tahun 1889, Jepang akhirnya berhasil merumuskan undang-undang (UU) yang konsepnya menyerupai UU di negara-negara Eropa. Berdasarkan UU ini, Jepang akhirnya bisa memiliki badan parlemen nasional (Diet). Namun dalam realitanya, kaisar tetap memiliki posisi dominan dalam aktivitas pemerintahan karena posisinya yang ada di atas angkatan bersenjata & badan parlemen. Selain kaisar, orang-orang yang memiliki peran penting dalam aktivitas pemerintahan negara adalah "genro", kelompok penasihat kaisar yang beranggotakan para tetua Satsuma & Choshu. Besarnya peran genro dalam aktivitas pemerintahan Jepang sendiri tidak lepas dari masih kurangnya rasa persatuan dari sesama anggota parlemen dalam merumuskan kebijakan bersama.
Kebijakan-kebijakan baru pemerintah Jepang di era Meiji tidak selalu membawa dampak positif. Salah satu golongan masyarakat yang paling dirugikan oleh reformasi sosial di era Meiji adalah golongan samurai. Di era keshogunan, samurai merupakan salah satu kasta sosial yang paling dihormati berkat sistem feodalisme yang dibuat sedemikian rupa. Namun pasca Restorasi Meiji, sistem feodalisme dihapuskan sehingga samurai pun kehilangan hak-hak istimewanya selama ini, salah satunya hak membawa pedang secara bebas. Sebagian samurai menolak & melakukan pemberontakan sporadis pada dekade 1870-an, sementara sebagian lainnya memilih untuk beradaptasi & menanggalkan identitas samurainya untuk menekuni profesi lain sehingga keberadaan samurai dalam kehidupan masyarakat Jepang pun secara berangsur-angsur menghilang.
bloging, seo, ads, media, selebrities, teknologi,
Era Samurai
Jepang
Keshogunan
Mengakhiri
Restorasi Meiji
Sejarah